webnovel

Bendera Pakaian Dalam Putih

Editor: EndlessFantasy Translation

Lu Weinan sudah bosan memakan daging binatang bercakar racun selama beberapa hari ini. Bergantung dengan jiwa binatang burung mutan berbulu besi, dia terbang ke dalam Rawa Gelap untuk berburu mahkluk mutan dan hanya berhasil membunuh binatang bercakar racun ini dalam beberapa hari.

Binatang ini lebih besar daripada seekor sapi, dan dia telah memakan dagingnya selama lebih dari setengah bulan dan masih tersisa satu paha. Dia hanya memperoleh lima poin geno darinya sejauh ini.

Baru saja, dia memperoleh satu poin geno mutan hanya dengan memakan sepotong daging dari panci. Dia tiba-tiba memahami mengapa Han Sen tidak ingin bertukar dengannya, walaupun keduanya adalah makhluk mutan, paha yang dia miliki jauh lebih tidak bernilai dibandingkan dengan isi panci Han Sen.

Lu Weinan melihat panci itu dengan penuh nafsu dan kemudian matanya ditujukan ke Han Sen. Sebilah pisau di tangan, dia bersiul. Burung berbulu besi mengepakkan sayapnya dan melayang-layang di atas kepalanya.

"Kau ingin mau tukaran, atau aku akan memukulmu sebelum kau memakannya?" Lu Weinan bersiap-siap untuk menyantap dan kabur. Tidak ada orang di dalam Rawa Gelap dan tidak ada yang akan tahu jika dia membunuh Han Sen. Karena dia memiliki tunggangan burung berbulu besi, tidak ada orang yang dapat menjadi tandingannya di sini.

"Pergi," kata Han Sen dengan tenang.

"Kamu yang memintanya," Merasa dipermalukan, Lu Weinan berteriak dan melayangkan pisaunya ke Han Sen. Walaupun dia telah mendapatkan jiwa binatang burung berbulu besi, tampaknya dia tidak bernasib mujur dengan senjata jiwa binatang, pisaunya adalah pisau dengan kandungan 5 persen baja Z.

Han Sen mengenakan baju baja berdarah sakral, maka dia tidak merasa takut dengan senjata semacam itu. Dia bahkan tidak berubah wujud menjadi pembantai berdarah, tetapi hanya memanggil tombak ikan todak mutan dan melayangkannya ke pisau Lu.

Krak!

Tombak ikan tidak memotong pisaunya seolah-olah pisau itu terbuat dari tahu dan mulai menyerang Lu.

"Sial!" pikir Lu Weinan. Dia memelintirkan kakinya seperti seekor ular dan hampir dapat meloloskan diri dari serangan Han Sen.

Tanpa berhenti, Lu Weinan cepat-cepat lari mundur dengan posisi badan yang aneh tetapi mulus. Tombak Han Sen meleset beberapa kali berturut-turut dan Lu dengan cepat melompat ke punggung tunggangan burung dan naik ke udara.

"Beraninya kau menantang aku? Aku akan membunuhmu," kata Le Weinan dengan bangga, mengambil busur dan panahnya untuk menembak Han Sen yang sedang berada di tanah.

Sepasang sayap tiba-tiba tumbuh di punggung Han Sen dan dia naik ke udara lebih tinggi dan lebih cepat daripada burung berbulu besi.

"Sial.." Lu Weinan tercengang. Bagaimana mungkin dia mengetahui kalau pria ini juga bisa terbang bahkan memiliki sayap dan tidak menggunakan tunggangan?"

Tanpa sadar, Lu Weinan memerintahkan burung berbulu besi untuk terbang lebih tinggi.

Bahkan jika sayap yang dimiliki adalah jiwa binatang mutan, dia tidak dapat terbang terlalu cepat atau tinggi. Burung berbulu besi seharusnya dapat menyingkirkannya.

Tetapi dalam sekejap, Lu Weinan menyadari kalau perkiraannya salah, musuhnya tidak hanya dapat terbang sangat tinggi, tetapi juga sangat cepat, sudah dapat mengejarnya dalam kedipan mata.

"Siapakah monster ini? Sayap-sayapnya jangan-jangan berdarah sakral?" Lu Weinan hampir mau menangis.

Dia tidak menduga musuhnya begitu kuat. Dengan sayap dan baju baja emas dan tombak, Han Sen terlihat lebih mirip dengan malaikat daripada manusia.

Setelah berhasil mengejar Lu Weinan, Han Sen menusukkan tombak padanya. Hal yang ingin dilakukan oleh Lu sekarang adalah membenturkan kepalanya ke tembok. Mengapa dia mencoba untuk melarikan diri di punggung burung berbulu besi? Sekarang dia bahkan tidak dapat menggunakan posisi badannya. Duduk di atas burung, dia tidak memiliki tempat persembunyian sama sekali. Jika dia bergerak, dia akan jatuh.

Wusssss!

Tombak ditusukkan ke pantat Lu, meninggalkan luka yang panjang, baju baja Lu yang lembut tidak dapat menahan kepala tombak sama sekali.

"Kakak…kakak.. Tenang dulu…Ini hanya salah paham!" Lu Weinan berteriak buru-buru.

Han Sen tidak mempedulikannya dan menusuknya lagi, membuat luka yang simetris di sisi pantat lainnya. Darah mulai keluar dari lukanya.

"Kakak besar, paman, aku bersalah. Berhenti menusuk atau aku akan mati. Aku menyerah," Lu Weinan berteriak sambil memohon pengampunan.

Han Sen tidak mempedulikannya dan terus menusukknya. Lu Weinan melihat tombak emas yang mengerikan dan bersinar. Kita sama-sama adalah pria. Tidak ada gunanya bagimu jika membunuhku. Kau lihat aku memiliki tunggangan terbang, yang akan berguna bagimu jika kau memerlukanku untuk menjalankan beberapa tugas… Aduh…"

Lu Weinan ditusuk lagi dan mukanya mendadak menjadi pucat. Dia mengeluarkan terlalu banyak darah dan dia akan segera mati. Dia melihat ke dirinya sendiri dan melihat dirinya mengenakan pakaian hitam. Lu meraih bajunya dan merobek baju dalam putihnya yang bernoda darah. Melambaikan pakaian dalamnya dengan satu tangan, dia berteriak, "Kakak besar, jangan tusuk! Aku menyerah. Kita dapat berdiskusi. Bukannya kita memiliki kebijakan dalam Persekutuan untuk menawarkan pengobatan yang baik untuk tawanan?"

Han Sen selama ini hanya diam. Lu Weinan mengira Han Sen tidak dapat mendengarnya karena angin sangat kencang saat terbang. Karena itu dia memikirkan cara universal untuk menyerah, melambaikan bendera putih.

Han Sen melihat Lu Weinan melambaikan pakaian dalamnya yang robek dan hampir tertawa. "Terbang kembali," Dia menahan tawanya dan memberikan perintah.

Lu Weinan tiba-tiba merasa girang, dan dengan cepat memerintahkan burung berbulu besi untuk kembali ke tempat dia bertemu Han Sen.

Ketika mereka kembali ke tempat dimana api dibuat, panci daging masih di sana. Lu Weinan jatuh ke tanah dan berteriak ketika dia menarik luka di pantatnya.

"Jadi, beritahu aku, bagaimana caranya kau mengganti kerugianku?" Han Sen tersenyum dan melihat Lu Weinan yang menutupi pantat dengan kedua tangannya.

Wajah Lu Weinan tiba-tiba menjadi tegang, "Kakak besar, aku akan memberikan segalanya yang kau inginkan, kecuali burung berbulu besi. Kau dapat memilih." Dia memanggil beberapa jiwa binatang dan berkata dengan pahit, "Inilah semua yang aku miliki. Tolong maafkan aku."

Han Sen memeriksa tujuh sampai delapan jiwa binatang yang dipanggil oleh Lu Weinan dan bahkan ada sebuah jiwa binatang mutan. Dia tau pasti Lu masih menyimpan sebagian. Tetapi karena Lu sudah memanggil jiwa binatang mutan, berarti dia bersedia memberikan jiwa binatang mutan demi jiwanya. Pada saat yang sama, dia sedang menggunakan jiwa binatang untuk menolak permintaan Han Sen akan burung berbulu besi sebelum dia memintanya. Dia bergantung kepada burung itu untuk dapat bertahan hidup di sana dan tidak akan menyerahkannya demi apapun.

"Jiwa binatang mutan. Dan kau, sebelum aku meninggalkan Rawa Gelap, kau harus mengikuti perintahku." Han Sen berpikir anak ini mungkin akan berguna, selain itu Han Sen tidak ingin berkelana sendirian. Jika Lu menemukan hutan itu lebih dahulu dan membunuh penyengat hitam mutan. Tujuan utama Han Sen dalam perjalanan ini akan sirna.

Next chapter