Su Qianci melirik Liu Anan dengan dingin dan melihat wajahnya yang terbakar api kecemburuan. Dengan sebuah senyuman, Su Qianci mengejek, "Kepribadian dan bahasa yang buruk, aku sangat enggan mengakui bahwa kau adalah teman sekelasku."
Su Qianci mengalihkan pandangannya dengan arogan. Tinggi Su Qianci adalah 163 cm, sedikit lebih kecil dari ukuran tubuh Liu Anan. Namun, pada saat ini, dia memberi Liu Anan sebuah tekanan yang luar biasa. Bukan tentang tinggi badan atau penampilan, tetapi tekanan psikologi. Tekanan itu cukup untuk menghancurkan Liu Anan.
Fu Lengbing tidak bisa menahan godaan untuk mengamati Su Qianci. Pada saat ini, Su Qianci terlihat sangat anggun dengan gerakan dan tingkah lakunya. Dibandingkan dengan saat gadis itu masih di SMA dahulu, dia adalah orang yang berbeda. Di depan Su Qianci, Liu Anan terlihat seperti itik buruk rupa, dan Su Qianci bagaikan angsa putih.
Perbedaan besar ini membuat Liu Anan merasa lebih marah. Dia mengepalkan tangannya dan seakan hendak menembakkan api dari matanya. Liu Anan berteriak, "Namun, aku bahkan lebih enggan mengakui bahwa seseorang yang bersedia tidur dengan pria yang lebih tua dari ayahnya adalah teman sekelasku di SMA."
"Cukup!" Fu Lengbing menghentikannya. "Itu sudah terlalu jauh."
Berasal dari keluarga kaya, Fu Lengbing mengetahui lebih baik daripada orang lain bahwa kakak perempuannya sudah mengincar tas itu selama lebih dari setengah tahun tetapi masih belum berhasil membelinya. Fakta bahwa Su Qianci dapat membeli tas itu mengungkapkan bahwa pria di belakang punggungnya adalah orang yang sangat penting.
Sebagai tambahan, Su Qianci juga berperilaku dengan cara yang berbeda. Seorang simpanan atau tidak, Su Qianci bukanlah seseorang yang mampu mereka lawan pada saat ini.
Namun, Liu Anan tidak mengetahui kenapa Fu Lengbing mengatakan hal itu. Dia mengibaskan tangan Fu Lengbing dan berteriak, "Terlalu jauh? Apakah kau merasa kasihan padanya? Melihat bahwa dia telah menjadi begitu cantik dan mengagumkan, apakah kau berencana untuk kembali padanya?
Itu adalah hal paling memalukan yang pernah dialami Fu Lengbing dalam hidupnya. Dia bergidik. "Apakah kamu sudah selesai? Ayo pergi. Ini sangat memalukan!"
Su Qianci mencibir, memutuskan untuk tidak menghiraukan Liu Anan. Bertengkar dengan orang seperti itu tidak sebanding dengan waktunya.
Setelah dia menggesek kartunya dan menandatanganinya, Liu Anan kembali berteriak, "Dasar pel*cur. Kau tidur dengan kepala sekolah untuk kuliah dan tidur dengan seorang lelaki tua untuk kartu hitamnya. Seekor anjing selalu makan kotoran!"
Semakin banyak orang berkerumun, dan semua mata tertuju pada Su Qianci. Namun, Su Qianci tidak terlihat gugup sama sekali. Dia hanya bersikap biasa saja. "Liu Anan, apakah kau tahu berapa tahun yang akan kau habiskan di penjara karena pencemaran nama baik?"
Melihat semakin banyak orang berkerumun, Liu Anan meninggikan suaranya. "Kau diterima di universitas terkenal, tetapi aku tidak berhasil dalam ujian masuk perguruan tinggi. Semua orang tahu betapa pandainya aku di sekolah. Kau pasti telah tidur dengan kepala sekolah untuk menukar nilaimu dengan nilaiku!"
Su Qianci terdiam. Memang, dia tidak terlalu pandai di sekolah sebelumnya. Namun, dengan tekanan dari keluarga Su, dirinya telah bekerja sangat keras dan terjaga sepanjang malam selama lebih dari satu bulan di tahun terakhir SMA-nya. Setelah ujian masuk perguruan tinggi, dia langsung jatuh sakit. Namun, ia masih belum masuk ke jurusan yang sesuai dengan tuntutan dari keluarga Su. Itulah mengapa dia harus berkompromi dan masuk ke jurusan manajemen bisnis Universitas Kotaraja.
Bagaimana bisa di mulut Liu Anan, dia menggunakan cara yang tidak adil?
Semakin banyak orang berkerumun. Beberapa dari orang-orang itu merekam adegan ini dan mengunggahnya ke Weibo1. Su Qianci tidak gugup sama sekali. Melihat Liu Anan, dia berkata secara terbuka, "Bagaimana dengan buktinya? Karena kau begitu yakin, beri kami buktinya. Aku ingin tahu bagaimana aku bisa tidur dengan kepala sekolah tanpa kusadari."
"Bukti? Bukti apa yang kau butuhkan!" Liu Anan menyeringai. "Kenyataan bahwa kau, murid yang buruk itu berhasil diterima di perguruan tinggi terkenal, adalah bukti terbaik!"
"Oh, benarkah itu?" Suara seorang lelaki menonjol di antara suara-suara itu, terdengar dalam dan lembut, diikuti dengan langkah kaki yang mantap.