webnovel

Di Pegunungan

Editor: Atlas Studios

Nightingale melangkah perlahan-lahan di sepanjang jalan setapak di pegunungan.

Jalan setapak yang sedang ia telusuri hanya selebar bahu Nightingale. Di satu sisi ada sebuah jurang berbatu yang sangat lebar. Di sisi seberangnya ada bebatuan yang terjal. Jarak kedua lokasi ini kira-kira hanya tiga meter lebarnya. Di bawah kaki Nightingale terdapat jurang yang begitu dalam. Nightingale menelusuri tebing batu dengan hati-hati agar tidak tergelincir.

Ketika Nightingale mendongak ke atas, ia melihat hanya ada seberkas cahaya tipis yang tampak di langit, seperti benang perak yang menggantung. Tapi Nightingale tahu bahwa saat itu sedang siang hari. Bahkan di siang hari sekalipun, ia tetap harus membawa obor. Cahaya yang menembus lereng berbatu itu tidak cukup terang untuk menerangi jalan di depannya. Jalan setapak yang panjang menciptakan ilusi mata bahwa Nightingale seolah-olah sedang berada di dalam pegunungan.

Satu-satunya hal yang menguntungkan di sini adalah bahwa meskipun angin dingin bertiup dan salju terbang berputar-putar di pegunungan, celah yang berada di antara tebing tidak terpengaruh. Sesekali serpihan salju jatuh dari atas ke bawah tebing dan jatuh ke jalan setapak, yang langsung berubah menjadi uap air. Suhu di sini berbeda dari dari suhu di luar. Sesekali Nightingale juga bisa melihat gas hangat yang naik dari dalam jurang.

Seandainya tidak demikian, Nightingale tidak akan berani pergi seorang diri melintasi Pegunungan Tak Terjangkau di Bulan Iblis. Kabut bisa menyamarkan tubuhnya, tetapi tidak bisa menahan suhu agar Nightingale tetap merasa hangat. Nightingale bisa mati membeku jika ia berjalan di angin yang dingin ini selama kurang dari dua jam.

Tapi Nightingale tidak mau berlama-lama di tempat ini, ia selalu merasa ada sesuatu yang sedang mengawasinya di dalam kegelapan. Hal ini membuatnya merinding.

Jika memungkinkan, Nightingale ingin berjalan di dalam Kabut. Sayangnya, Nightingale tidak memiliki cukup energi untuk melakukannya. Menggunakan kekuatan secara terus menerus akan membuatnya kelelahan dengan cepat.

Nightingale mengangkat obornya. Di seberangnya, bebatuan tampak berkelap-kelip dan menghilang dari pandangan. Dalam cahaya api yang samar-samar, Nightingale sesekali bisa melihat berbagai macam bayangan di tebing. Nightingale tahu bahwa itu adalah gua-gua, begitu dalam sehingga cahaya tidak bisa menembus ke dalam gua, dan gua-gua itu tampak seperti serangkaian bayang-bayang. Di tebing yang berada di dekat Nightingale, terdapat juga lubang-lubang yang menganga.

Ini mengingatkan Nightingale pada rumor mengenai Tambang Lereng Utara. Dikatakan bahwa tempat ini adalah sarang iblis. Di sini, ada banyak jalan bercabang yang diduga dibuat oleh para monster. Lereng Utara adalah salah satu bagian kecil dari Pegunungan Tak Terjangkau. Mungkinkah gua-gua ini terhubung menuju ke tambang?

Pemikiran ini membuat Nightingale mengigil.

Di bagian barat Pegunungan Tak Terjangkau terdapat Tanah Barbar yang tidak berpenghuni. Siapa yang bisa menggali begitu banyak gua di dalam pegunungan ini yang jaraknya membentang ratusan kilometer? Tidak ada seorang pun yang bisa kecuali para monster, yang berdiam di Tanah Barbar, yang bisa melakukan semua itu.

Nightingale tidak berani memikirkan lebih jauh, dan ia berkonsentrasi untuk kembali berjalan.

Akhirnya, jalan setapak di depan mulai berbeda. Jalan setapak selebar bahu itu terbagi menjadi dua, yang satu mengarah ke atas dan yang lainnya mengarah ke bawah, jauh menuju ke dalam kegelapan. Tidak ada yang tahu ke mana arahnya. Di persimpangan ini, Nightingale merasa diawasi oleh mata-mata yang tak terhitung jumlahnya yang sedang mengawasinya di dalam kegelapan. Perasaan ini membuat bibirnya terasa kering dan kulitnya merinding.

Nightingale menggertakkan giginya, ia membuka Kabut dan bergegas masuk ke dalam. Perasaan bergidik itu langsung lenyap.

Dengan ketinggian yang semakin lama semakin naik, suhu di sekitarnya perlahan-lahan menjadi lebih hangat. Bayangan benang perak yang berada di langit semakin jelas terlihat. Setelah setengah jam berjalan, sebuah gua yang sangat besar nampak di sebelah kanan Nightingale. Pintu masuk menuju gua sedikit lebih tinggi dari jalanan. Nightingale melangkah ke dalam gua dan dapat melihat cahaya api yang nampak samar dari dalam gua.

Ini adalah tempat persembunyian dari Asosiasi Persatuan Penyihir.

Nightingale melangkah keluar dari Kabut dan kedatangannya langsung diketahui oleh penyihir yang menjaga gua. Dinding asap berwarna hitam langsung memblokir jalannya, tetapi segera asap hitam itu menghilang. Dalam kegelapan, sebuah suara berseru dengan nyaring. "Kamu sudah kembali!"

"Aku akhirnya kembali," pikir Nightingale, tetapi ketika ia menyadari ada dua lembar kain putih yang membungkus lengan temannya itu, semangat Nightingale, yang tadinya bergejolak, kembali padam. "Dua saudari lagi…"

Suara temannya terhenti sejenak. "Uh … ah, mereka adalah Airy dan Abby. Mereka telah meninggal lima hari yang lalu dan tidak berhasil melewati Hari Kedewasaan dengan selamat," kata temannya sambil memaksa dirinya tersenyum. "Ini sudah sering terjadi, bukan? Jangan bicarakan ini lagi. Pergilah ke perkemahan. Wendy terus menerus membicarakan dirimu."

Airy dan Abby, dua saudara kembar yang terlahir dari keluarga kaya di Bukit Naga Tumbang, akhirnya mati di pegunungan ini. Nightingale terkadang bertanya-tanya kepada dirinya sendiri apakah ia telah melakukan hal yang benar. Jika saja Nightingale tidak membawa kedua orang itu pergi, setidaknya mereka bisa tetap menikmati kehidupan yang makmur dan dalam keadaan sehat, tidak harus ikut bersama kawanan ini, sebelum mereka meninggal.

Tapi saat memikirkan Wendy, ada perasaan yang hangat di hati Nightingale. Jika saja Wendy tidak menolongnya, Nightingale mungkin masih tetap menjadi orang suruhan, yang dimanfaatkan sebagai alat dan bisa dibuang kapan saja. Nightingale ingin memberitahukan berita itu secepatnya. Dan Nightingale ingin memberi tahu semua saudari-saudarinya bahwa mereka tidak harus bersembunyi seperti tikus, ke sana kemari. Ada orang-orang yang bersedia menerima mereka. Dan mereka bisa menghabiskan Hari Kebangkitan mereka setiap tahunnya dengan tenang!

Memasuki kamp, Nightingale melihat sosok yang dikenalnya sedang berjongkok di sisi api unggun, sedang mengurusi makanan. Para penyihir yang lainnya belum kembali. Nightingale tidak bisa menahan tangisannya. "Wendy, aku sudah kembali!"

Wendy terkejut. Wendy mengangkat kepalanya, ia tersenyum kepada Nightingale. "Veronica, selamat datang kembali."

Wendy adalah seorang wanita yang sangat baik hati, dan juga merupakan salah satu anggota Asosiasi Persatuan Penyihir yang paling lama. Wendy berumur tiga puluh tahun, tapi tidak ada kerutan di wajahnya. Rambut lurusnya yang berwarna coklat kemerahan tergerai sampai ke pinggang. Wendy memiliki fitur wajah yang dewasa, penuh wibawa seperti seorang kakak perempuan. Wendy sangat perhatian kepada semua saudari di perkumpulan ini. Tidak peduli apakah dalam kehidupan sehari-hari atau sekedar meberikan saran-saran, Wendy selalu siap melakukan apa pun yang ia bisa untuk menolong saudarinya. Jika bukan karena Wendy, Asosiasi Persatuan Penyihir tidak akan bisa mengumpulkan begitu banyak penyihir dalam waktu singkat.

Berkat Wendy, Nightingale telah memutuskan untuk meninggalkan keluarganya dan memulai perjalanan mencari Gunung Suci. Wendy juga salah satu dari sedikit orang yang mengetahui nama asli Nightingale.

"Sudah berapa kali kukatakan padamu bahwa aku bukan lagi gadis kecil yang penakut," kata Nightingale, sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sekarang aku adalah seorang penyihir yang kuat, dan Veronica sudah tidak ada lagi."

"Masa lalu masih menjadi milikmu. Menghilangkan kenangan buruk di masa lalu tidak berarti memutuskan hubungan," kata Wendy dengan lembut, "Tentu saja, tidak apa-apa selama kamu ingin melakukan apa yang kamu kehendaki. Aku telah menunggumu pulang. Kamu pasti telah mengalami perjalanan yang melelahkan."

"Memang." Nightingale melangkah dan memeluk Wendy. "Terima kasih."

Setelah beberapa saat, Wendy bertanya, "Apa yang terjadi pada gadis itu? Apakah kamu tidak bisa menyelamatkannya?"

Membicarakan hal ini, Nightingale tiba-tiba merasa bersemangat. Nightingale meraih tangan Wendy, dan dengan bersemangat ia berkata, "Tidak, gadis itu tidak membutuhkan aku untuk menyelamatkan dirinya. Sebaliknya, gadis itulah yang akan menyelamatkan kita semua!" Kemudian Nightingale menceritakan pengalamannya di Kota Perbatasan. "Sang penguasa, yang bernama Roland Wimbledon, adalah Pangeran ke Empat dari Kerajaan Graycastle. Pangeran bersedia untuk menerima kita dalam istananya. Selain itu, Pangeran Roland berjanji bahwa di masa yang akan datang ia akan membuat para penyihir di wilayahnya hidup sebagai orang-orang yang merdeka."

Next chapter