43 Story 43 : Kepergian Bunda.

Andara mengernyitkan dahinya ketika melihat pintu rumahnya terbuka lebar. Apa bundanya lupa menutup pintu? Biasanya bundanya selalu menutup pintu dengan rapat, aneh sekali.

Andara memasuki rumahnya, sangat sunyi sekali. Andara merasa seperti sendirian, tapi pintu rumahnya terbuka lebar, bukankah itu berarti bundanya sudah pulang kerja? Andara juga sudah melihat sepatu bundanya di depan pintu rumah, itu artinya pikiran Andara tidak salah.

Andara meletakkan tasnya di kamar dan mengganti seragamnya. Andara mencari bundanya di kamar, namun hasilnya nihil, Andara tidak menemukan siapa pun. Andara berpikir jika bundanya mungkin pergi ke luar sebentar dengan tidak memakai sepatu kerjanya.

Jadi, Andara memutuskan untuk memasak makan malam dengan bahan yang ada. Andara sejujurnya cukup heran dengan kejanggalan yang terus terjadi di sekitarnya. Mulai dari memasuki rumahnya, Andara merasakan sesuatu yang berbeda. Andara seperti bukan memasuki rumahnya, auranya sangat terasa berbeda.

Andara mencoba mengabaikan semua perasaan buruknya dan melanjutkan apa yang sedang ia kerjakan. Andara mencoba memasak masakan baru yang mungkin akan bundanya sukai nanti.

Setelah selesai makan malam seorang diri, Andara menuju kamarnya. Anehnya, bundanya tidak terlihat sama sekali. Andara menatap jam dinding di kamarnya, pukul 19.00, seharusnya bundanya sudah pulang, kan? Aneh sekali, seperti ada yang tidak beres.

Apa bundanya menghadiri suatu acara yang membuatnya harus pulang larut malam? Entahlah, yang bisa Andara lakukan hanya menunggu.

Andara menunggu hingga pukul 22.00, sayangnya tidak ada suara pintu terbuka, kendaraan, atau apa pun itu yang menjadi pertanda kedatangan bundanya. Andara jadi semakin cemas, Andara takut jika terjadi apa-apa dengan bundanya, apalagi sekarang Elvan sudah bebas berkeliaran.

Semoga apa yang ia takutkan tidak benar-benar terjadi.

Andara menutup buku catatan hariannya dan memutuskan untuk tidur karena hari yang sudah larut malam.

Andara menarik selimutnya hingga sedada, perempuan itu sejujurnya masih memikirkan tentang sikap Algar yang agak aneh tadi. Awalnya baik-baik saja, namun setelah istirahat ke-2, laki-laki itu sedikit berubah. Seperti ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Tapi entah kenapa, Algar tidak bilang apa-apa padanya, Algar tidak ingin mengatakan apa pun. Mungkin lelaki itu tidak berbohong bahwa itu memang urusan pribadinya.

Andara mengambil ponselnya di atas nakas kemudian memutar lagu penang agar perempuan itu bisa ditur dengan nyenyak. Andara selalu melakukan itu jika ia akan tidur. Kata bundanya, jika kita tenang sebelum kita tertidur, maka tidur kita akan nyenyak dan tidak akan terganggu.

Perlahan-lahan Andara mulai memejamkan kedua matanya dan berakhir dengan tertidur pulas, sementara lagu penenang yang Andara putar nasih terus mengiringi tidur nyenyak Andara.

Keesokan harinya, Andara membuka kedua matanya secara perlahan dan mengucak keduanya. Andar membuka gorden kamarnya agar cahaya matahari merambat memasuki kamarnya. Andara masih mengumpulkan nyawanya, sejujurnya Andara masih sangat mengantuk. Tapi apa boleh buat? Hari ini ia akan bersekolah.

"Bun?" Tidak ada jawaban. Ah, Andara teringat satu hal dan langsung berlari menuju kamar bundanya. Andara tidak menemukan bundanya di sana. Andara mulai panik, karena sedari kemarin bundanya tidak menunjukkan Batang hidungnya.

Andara memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Tiba-tiba saja Andara mencium bau yang sangat busuk, seperti bau bangkai mungkin. Andara mencoba mencari asal bau busuk tersebut. Tapi memangnya ada bangkai di kamar Andara? Aneh sekali. Saat malam tadi Andara tidak mencium apa pun.

Andara berdiri di depan kamar mandi kemudian mengernyitkan dahinya. Andara yakin sekali jika bau busuk itu datang dari kamar mandi. Dengab tangan yang sangat gemetar, Andara berusaha membuka pintu kamar mandi yang sedari kemarin tidak Andara periksa, karena Andara yakin sekali tidak ada apa-apa di kamar mandi.

Andara mendorong pintu kamar mandi dan membulatkan kedua matanya ketika mendapati tubuh bundanya yang sudah berlumuran darah.

Jadi itu, itu yang menyebabkan bau busuk. Jenazah bundanya.

♡♡♡

Algar masih setia memeluk Andara yang tidak berhenti menjerit sedari tadi, pasti sangat berat bagi perempuan itu menemukan bundanya yang sudah tiada dengan cara yang sangat tragis.

Ini yang Algar khawatirkan. Ini yang ada di dalam mimpi buruk Algar, di mana Andara kehilangan keluarga yang sangat ia sayangi, yaitu bundanya. Algar pikir itu hanyalah sebuah mimpi buruk biasa, ternyata ia salah, dan hal itu benar-benar terjadi sekarang.

"BUNDAAA!!!" pekik Andara kencang. Algar memeluk perempuan itu dengan kencang, guna membuatnya sedikit tenang.

Beberapa jam yang lalu Andara menghubunginya dan menceritakan tentang kejadian ini, Algar yang sangat panik langsung tancap gas menuju kediaman Andara. Algar langsung membiarkan Andara menangis histeris di dadanya. Algar juga sudah menghubungi petugas medis untuk menindak lanjuti kejadian ini.

Algar mengusap surai perempuan itu. Tangisan Andara sedikit mereda.

"Bunda, gar ... bunda ...," lirih Andara di sela isak tangisnya.

"Iya. Gue tahu lo pasti sakit banget. Lo tenang, ya."

Andara menatap Algar dengan matanya yang sudah sangat bengkak, sedari tadi perempuan itu tidak berhenti menangis. Entah sudah berapa jam.

"Gue gak punya keluarga lagi, gar. Gue udah gak punya siapa-siapa," lanjutnya.

Algar menopang kedua pipi Andara, tatapan keduanya saling bertemu.

"Masih ada gue, ra. Lo masih punya gue. Gue akan selalu ada di samping lo, gue janji." Andara mengukir senyum kecil. Begitupun dengan Algar. Algar memeluk Andara dengan sangat erat. Sejujurnya Algar pun sangat kaget dengan kabar ini, pastinya sangat menyakitkan ketika mendengarnya.

"Gue tahu siapa yang udah ngelakuin ini semua." Algar menaikkan satu alisnya.

"Lo ngeliat sendiri?" Andara menggeleng kecil.

"Gue emang gak liat dengan mata kepala gue sendiri, tapi gue tahu banget siapa yang berani ngelakuin ini." Algar terdiam.

"Siapa?"

"El ... van," jawabnya lirih kemudian kehilangan kesadarannya, mungkin Andara sudah kelelahan karena menangis terus-menerus.

"Elvan?" Algar menggendong tubuh Andara ala bridal style. Algar membawa Andara sementara ke rumahnya. Algar memutar otaknya, apa yang dikatakan Andara itu benar? Tapi ini memang masuk akal, karena Elvan memiliki dendam dengab bunda Andara.

Tapi tidak ada bukti, itulah yang membuat Algar ragu. Algar juga tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada bukti yang mengarah ke Elvan. Lelaki itu juga tidak menunjukkan Batang hidungnya sama sekali.

Kalau saja ada bukti, walaupun satu. Algar pasti akan langsung bertindak. Algar akan melakukan apa pun agar rasa sakit Andara tidak lebih dari ini.

Algar menatap wajah tenang Andara saat tertidur. Perempuan itu kini tertidur di sofa ruang tamu rumah Algar. Algar mengusap pipi perempuan itu. Kenapa hal buruk selalu terjadi pada Andara? Kenapa harus sampai sesakit ini? Bahkan sekarang perempuan itu sudah tidak memiliki keluarga.

Sejujurnya, Algar pun merasakan rasa sakitnya.

avataravatar
Next chapter