webnovel

Story 42 : Nightmare.

Andara menatap kotak bekal di kolong mejanya. Kotak bekal itu baru saja habis tadi saat istirahat. Kalian masih ingat, bukan? Algar menyuapi Andara!

Andara mengalihkan tatapannya ke depan, lebih tepatnya menatap punggung Algar. Sadar dengan apa yang ia lakukan, Andara segera membuang mukanya. Bagaimana bisa ini terjadi begitu cepat? Andara tidak menyangka jika Algar akan menyuapinya.

Jika seperti ini terus, Andara akan benar-benar jatuh Cinta pad Algar. Andara menarik napas panjang, kemudian membuangnya. Andara harus tenang, oke.

Andara kembali menoleh menatap Algar. Lelaki itu kini sedang tertawa dan tersenyum membuat jantung Andara berdetak lebih cepat dari biasanya. Sial, Andara tidak mungkin jatuh Cinta pada Algar.

Guru kimia memasuki kelas Andara membuat fokus Andara pada Algar teralihkan, sepertinya lebih baik seperti ini.

Jam pelajaran berjalan dengan lancar. Banyak guru-guru yang mulai memberikan latihan soal untuk Ujian Nasional yang akan dilaksanakan kurang lebih 3 bulan lagi. Semuanya harus dipersiapkan secara matang.

Andara pun tidak akan menyia-nyiakan kesempatan besar ini, Andara harus meraih nilai terbaik di angkatannya, kemudian Andara akan memasuki Universitas besar dan membanggakan bundanya, itulah mimpi Andara. Jadi, Andara juga akan mulai giat belajar dan menambah jam belajarnya.

Di lain sisi, Rio dan Revan menghampiri tempat duduk Algar, di mana lelaki itu kini sedang terdiam dengan tatapan kosong.

Rio menyentuh bahu Algar.

"Kenapa lo?" Algar tersadar dari lamunannya kemudian menggeleng tegas.

"Gak apa-apa. Mau ke kantin?" Yap, sekarang adalah jam istirahat ke-2.

Rio mengangguk. Algar kemudian bangkit dari duduknya. Sebelum beranjak dari kelas, Algar menatap Andara yang sedang sibuk membaca buku kemudian menggeleng kecil dan melanjutkan langkahnya keluar kelas.

Sejak pelajaran bu Nasmi tadi, Algar tertidur dengan sangat pulas, untunglah bu Nasmi tidak sadar, jadi tidak ada yang mengganggu tidurnya. Tapi sayangnya, Algar melihat sesuatu dalam mimpinya. Sesuatu yang sangat menyakitkan, dan itu tidak boleh terjadi.

♡♡♡

"Gar?" Algar mengerjapkan matanya beberapa kali. Sial, Algar sangat kepikiran dengan mimpi buruknya tadi, karena itu melihatnya sesuatu tentang Andara.

"Lo kenapa? Dari tadi ngelamun terus," lanjut Rio hanya dibalas gelengan oleh Algar.

Algar menatap makanan di depannya kemudian mulai melanjutkan makannya. Algar sangat tidak bernafsu, pikiran Algar terus memikirkan tentang mimpi buruk, tidak, itu mimpi yang sangat buruk.

"Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita ke kita berdua." Algar menatap Revan kemudian menggeleng kecil sambil tersenyum.

"Gak ada apa-apa, kok. Nyawa gue masih belum ngumpul kayaknya, tadi gue ketiduran pas pelajaran bu Nasmi." Rio menepuk dahinya.

"Astaga, gue kira lo kenapa-napa, dodol!" Algar terkekeh, lelaki itu berusaha mengalihkan topik pembicaraan karena Algar tidak ingin memikirkan hal itu terus. Itu hanya akan membuatnya khawatir.

"Btw, istirahat pertama lo sama Andara, kan? Ngapain aja?" Rio menaik turunkan kedua alisnya selayaknya sedang menggoda Algar.

"Gak ngapa-ngapain, cuma ngobrol biasa," jawab Algar acuh.

"Boong. Lo tuh pasti melakukan sesuatu yang Indah, makanya lo tidur pas pelajaran bu Nasmi." Algar menaikkan satu alisnya kemudian menatap Rio.

"Ngada-ngada. Gue tidur karena gue gak ngerti sama penjelasan bu Nasmi, bosen." Rio tertawa terbahak-bahak, begitupun dengan Revan.

"Bikin gue mumet, tau, gak?" Rio dan Revan masih tertawa. Kemudian keduanya beranjak untuk memesan makanan tambahan, sepertinya perut kedua lelaki itu masih sanggup menampung banyak makanan.

Beberapa menit telah berlalu dan bel masuk pun berbunyi. Algar dan teman-temannya kembali ke kelas mereka. Saat sampai di kelas, tatapan Algar dan Andara bertemu untuk beberapa saat, dengan cepat Algar memutuskan kontak mata itu, membuat Andara sedikit keheranan. Biasanya Algar akan tersenyum padanya, kali ini lelaki itu hanya menatapnya.

Andara mengernyitkan dahinya ketika Algar mengabaikannya, Algar itu biasanya sangat bucin akut dan sering menggoda Andara. Kali ini aneh sekali.

Sementara itu, Algar menundukkan wajahnya karena tidak bisa melakukan apa-apa ketika menatap Andara, bahkan Algar tidak bisa tersenyum. Mimpi buruk itu selalu muncul ketika Algar menatap Andara, sialan.

Algar memukul kepalanya pelan, hal itu tertangkap basah oleh bu Anis yang sedang memberikan penjelasan.

"Algar? Ada masalah?" Algar tersentak kaget. Semua pasang mata kini tertuju padanya. Algar menggeleng kecil.

"Gak ada apa-apa kok, bu ...," jawabnya dengan suara yang kecil.

Bu Anis mengangguk kemudian melanjutkan penjelasannya. Algar melirik ke arah Rio dan Revan, kedua lelaki itu sedang tertawa ria. Algar mengepalkan tangannya, ingin rasanya ia ingin memukul kedua temannya yang laknat itu.

Setelah jam pelajaran berakhir dan bel pulang berbunyi, siswa dan siswi mulai meninggalkan kelas. Algar bersiap untuk piket, sementara Rio dan Revan menunggu di parkiran. Algar harus menyelesaikan pekerjaan ini dengan cepat.

"Algar!" panggil seseorang. Algar menoleh dan mendapatkan Andara sedang berdiri di depannya. Sial, lagi-lagi Algar terbayang mimpi itu.

"Lo kenapa?" Algar menggeleng kecil.

"Gak apa-apa," jawabnya langsung.

Ketika Algar akan melangkahkan kakinya, Andara mencekal pergelangan tangan lelaki itu. Andara menatap Algar dengan tatapan elangnya.

"Lo bohong. Waktu istirahat pertama, lo masih senyum dan biasa-biasa aja, tapi setelah pelajaran bu Nasmi, lo mulai berubah. Ada apa?" Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bagaimana bisa Andara sangat memerhatikannya.

Algar menghembuskan napasnya berat.

"Waktu pelajaran bu Nasmi gue tidur. Dan di situ, gue dapet mimpi buruk. Sangat-sangat buruk." Andara menaikkan satu alisnya.

"Mimpi buruk?" Algar baru saja akan membuka mulutnya untuk menceritakan semua mimpinya. Sayangnya Algar sadar, jika ia menceritakan semuanya, maka Andara akan sangat sedih. Algar tidak ingin itu terjadi.

"Iya, mimpi buruk, dan ini gak bisa gue ceritain karena ini menyangkut urusan pribadi gue," alibinya. Andara hanya ber'oh' ria kemudian tersenyum.

"Syukur deh, gue kira ada apa-apa." Algar hanya membalasnya dengan senyuman yang canggung.

"Ya udah, gue duluan." Algar mengangguk kecil kemudian membiarkan punggung Andara menghilang di balik tembok.

Algar tidak akan menceritakan mimpi buruknya pada Andara, toh itu hanya mimpi, tidak akan terjadi di dunia nyata. Algar sudah bertekad akan melupakan mimpi buruk itu, terlalu menyakitkan untuk diingat.

Algar bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai dengan semuanya, Algar langsung menuju parkiran untuk menemui Rio dan Revab yang sudah menunggunya.

"Tadi gue liat Andara baru aja pulang," ucap Revan membuat Algar menaikkan satu alisnya.

"Iya. Tadi gue ngobrol sebentar sama dia," jawab Algar diangguki kedua temannya.

Apa yang harus Algar lakukan? Apa Algar tidak akan bisa menjaga Andara? Algar menggeleng kecil untuk menghilangkan segara pikiran negatifnya.

Algar harus yakin jika ia bisa menjaga Andara.

Setiap kali bertemu, seakan satu benih cinta tersemai. Seakan mereka langsung sehati. Seakan semua nyata. Seperti panci yang menemukan tutupnya. Seperti kepingan jiwa yang menemukan kepingan lainnya. Itulah Algar dan Andara. Oleh karena itu, Algar harus yakin.

Next chapter