40 Story 40 : Bunga Dahlia.

Andara melangkahkan kakinya menuju Tempat Pemakaman Umum. Andara sempat menanyakan lokasi makam tante Lea pada bundanya, sehingga perempuan itu bisa mencarinya.

Andara menghentikan langkahnya ketika menemukan sebuah makam dengan nama 'Leandra', Andara yakin jika itu adalah makamnya tante Lea.

Andara berjongkok di samping makam itu, makan yang masih terlihat sangat cantik. Tante Lea sudah tiada hampir 5 tahun yang lalu, namun makamnya terlihat sangat terawat. Andara curiga jika Elvan selalu mendatangi makam tante Lea untuk merawatnya. Tapi, apa itu benar?

Andara mengusap makam itu, Andara merasa sangat tenang sekali. Andara mulai membuka mulutnya, membicarakan tentang isi hatinya, permintaan maafnya, dan semua tentang Elvan di hadapan makam tante Lea.

Andara mengatakan jika ia meminta maaf karena tidak bisa merubah sifat Elvan. Andara juga meminta maaf jika memang semua ini salah bundanya. Andara merasakan perlahan air matanya mulai berjatuhan.

Andara tertegun ketika melihat sepasang sepatu di sampingnya. Andara langsung menghapus sisa-sisa air matanya. Andara masih belum mendongakkan wajahnya, siapa orang di sampingnya itu?

Seseorang itu berdehem membuat Andara sontak mendongakkan wajahnya. Andara membulatkan kedua matanya ketika melihat Elvan berdiri tepat di sampingnya. Andara ikut berdiri dan membuang mukanya, Andara takut jika Elvan tahu jika dirinya menangis di hadapan makam tante Lea. Elvan masih diam menatap makam ibunya, sementara Andara masih membuang mukanya.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Andara?" Andara menoleh ragu, berusaha menatap wajah dingin itu.

"Gue udah tahu semuanya," jawab Andara membuat Elvan menarik satu sudut bibirnya.

"Itu artinya kamu sudah tahu apa yang dilakukan bundamu itu, kan?" Andara mengepalkan tangannya.

"Bunda udah minta maaf, kok! Bunda juga nyesel dengan keputusannya!" Elvan terdiam dengan wajah datarnya. Elvan memasukkan kedua tangannya di saku hoodie.

"Penyesalan itu udah terlambat." Andara tertegun.

"Seandainya dulu gak ada kejadian itu, pasti ibu masih ada di sampingku. Ini semua salah bundamu, Andara. Sudah sangat jelas." Andara spontan melayangkan tamparannya di pipi Elvan, perempuan itu tidak bisa lagi menahan emosinya.

"Jaga omongan lo, ya. Gue tahu bunda gue emang salah, tapi bunda gue udah minta maaf. Gak ada salahnya buat maafin dia, kan?" Elvan terdiam. Andara melangkahkan kakinya meninggalkan Tempat Pemakaman Umum. Andara sudah tidak tahan lagi, perempuan itu sudah muak dengan ucapan Elvan.

"Segala sakit, keluh, tangis, dendam, amarah, entah di mana. Aku tidak yakin telah meninggalkannya di suatu tempat. Tapi meski aku juga tidak mau membawanya lagi, aku tak bisa memastikan bahwa semua rasa itu pergi begitu saja. Aku antara kosong dan tiada. Aku tidak akan membiarkan semuanya begitu saja, Andara. Semuanya harus dibayarkan," monolog Elvan sambil menatap makam ibunya.

♡♡♡

5 tahun yang lalu.

Elvan menatap langit-langit tempat di mana ia dirawat. Semuanya berwarna putih, tidak ada selain warna itu. Elvan menatap tembok di sampingnya, kejadian bunuh diri ibunya masih melekat di benaknya. Elvan tidak tahan dengan itu, rasanya sakit sekali melihat ibunya sangat menderita.

Elvan mengambil sebuah kapur hitam dan menuliskan sesuatu di tembok itu.

"Dah ... lia," ejanya. Elvan menatap tulisannya itu dengan tatapan datar. Elvan merasa emosi mulai menguasainya, Elvan kembali mencoret-coret tulisan itu hingga tak dapat lagi dibaca.

Elvan berteriak sangat histeris, hingga beberapa perawat datang ke kamarnya untuk menenangkan lelaki itu. Elvan merasa bayang-bayang kejadian itu tidak pernah terlepas dari dirinya, Elvan kesal dengan semua itu.

Setelah Elvan tenang, perawat mulai meninggalkan ruangan Elvan. Elvan kembali menatap langit-langit putih itu, entah sampai kapan ia hanya menatap warna putih, Elvan tidak tahu.

"Aku benci Dahlia." Elvan tertegun dengan kata-katanya sendiri. Entah kenapa kata-kata itu keluar sendiri dari mulutnya.

Elvan menarik satu sudut bibirnya. Elvan merasa tidak akan tenang sebelum membalaskan kematian ibunya. Maka lelaki itu memutuskan akan membalas dendam setelah keluar dari rumah sakit mental ini. Lagipula kenapa ia harus dirawat di sini sementara mentalnya baik-baik saja?

Keesokan harinya, Elvan menjalani perawatannya seperti biasa. Banyak metode yang dilakukan untuk memastikan jika mental Elvan semakin membaik sejak hari itu.

Suster membagikan sebuah kertas putih bersih, para pasien anak-anak disuruh untuk menggambar sesuatu, apa pun itu. Elvan menatap kertas putih di genggamannya. Elvan menarik satu sudut bibirnya, sepertinya ia tahu akan menggambar apa.

Elvan mulai menggambar saat seorang suster memberikan aba-aba. Elvan menggambar dengan sangat tenang tanpa adanya gangguan. Lelaki itu tersenyum miring ketika berhasil menggambar sebuah bunga.

Seorang suster menghampiri Elvan dan berjongkok di samping lelaki itu. Elvan menunjukkan gambarnya, bagi Elvan itu sangat bagus, tapi bagi sang suster itu sedikit ... menyeramkan?

"Gambar apa ini, Elvan?" Elvan mengeluarkan cengiran polosnya. Elvan sedikit bingung kenapa sang suster tidak mengerti maksud dari gambarnya. Padahal Elvan sudah sangat yakin jika gambarnya itu sangat jelas.

"Masa suster gak tahu, sih? Ini bunga lho, Sus." Suster itu tersenyum lebar seraya mengelus puncak kepala Elvan.

"Gambar kamu bagus," finalnya kemudian beranjak ke pasien yang lainnya. Elvan masih tersenyum seraya menatap gambarnya. Kalian tahu gambar apa itu?

Itu adalah gambar Bunga Dahlia yang sedang terbakar, Elvan terus menatapnya karena menurutnya itu sangat indah. Api dalam gambarnya itu mewakili hasrat balas dendamnya yang sangat membara, Elvan sangat tidak sabar.

Elvan akan membuat seseorang bernama Dahlia itu membayar akan semua perbuatannya.

Elvan beranjak menuju kamarnya dan memasang gambarnya di tembok, sungguh pemandangan yang sangat menakjubkan, Elvan bisa merasakan betapa panasnya api itu.

Seorang suster memasuki ruang rawat Elvan untuk memberikan lelaki itu makan siang, Elvan menyempatkan dirinya untuk bertanya sesuatu yang membuatnya penasaran sejak lama.

"Suster, kapan aku boleh keluar dari rumah sakit ini?" Sang suster berpikir sejenak kemudian tersenyum.

"2 tahun lagi kamu sudah boleh keluar, kok." Elvan terdiam. Suster itu kemudian keluar dari ruang rawat Elvan.

Elvan kembali menatap gambarnya.

"2 tahun lagi ..., aku sangat menantikan itu."

Elvan mengubah rautnya menjadi datar. Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk meraba gambarnya di tembok. Elvan menarik satu sudut bibirnya.

Sejak saat ibunya pertama kali bertemu dengan seseorang bernama 'Dahlia' itu, ibunya jadi sering menangis dan tidak bisa tidur, Elvan menyaksikan itu dengan mata kepalanya sendiri. Sangat menyedihkan melihatnya. Dahlia itu sudah membuat ibunya sangat tersiksa. Sampai akhirnya, wanita itu memutuskan untuk bunuh diri dan Elvan tidak bisa mencegahnya sama sekali.

Elvan menyesal saat itu tidak melakukan apa pun, hanya berdiam diri melihat betapa tersiksanya sang ibu.

Sekarang, Elvan tahu apa yang harus ia lakukan untuk membalas kematian ibunya. Elvan akan memberitahu Dahlia dan putrinya, Andara, bagaimana ibunya sangat tersiksa saat itu.

"Sungguh bunga yang malang."

avataravatar
Next chapter