1 Prolog

"I'm an atheist, so don't force me to worship. Ini dunia, bruh! Nikmati saja. Lagipula tidak ada gunanya beribadah."

Gabrian. Pria itu kini menggelengkan kepalanya pelan. Mempunyai teman yang akhlaknya -1 seperti Mark, memang memerlukan kesabaran dengan stok tak terbatas.

"Mark, lain kali pas pembagian otak lo join, ya?"

Yang ditanya malah menatap sinis kearah Gabrian. Pandangan mereka berdua tertuju kearah seorang pria tua yang akan berangkat beribadah. Gabrian tersenyum kecil melihat hal itu. "Tuh, umur gak bisa dijadiin patokan buat lo nunda ibadah. Gue tau lo Atheis, tapi seenggaknya coba aja dulu berdoa, kali aja nyaman, ntar kan bisa aja join."

Menurut prinsip Gabrian diam adalah tanda jika orang itu setuju. Dengan cepat pria itu membawa Mark kearah gereja. Gabrian adalah tour guide Mark yang sebenarnya, pria itu secara rinci mengenalkan setiap sejarah dan juga keistimewaan dari rumah beribadahnya itu.

"Mau nyoba masuk?"

Mark menggeleng. Ia tetap teguh pada pendiriannya. Sudah Mark bilang bukan? Tuhan itu tidak ada. Mata dari pria itu kini mulai menatap Gabrian yang sudah melangkah jauh. Beberapa nyanyian kini mulai terdengar, Mark mulai melangkahkan kakinya kearah Cafe yang ada didekat situ. Menunggu Gabrian beribadah hanya akan membuatnya cepat bosan.

"Pardon? Can I have a hot chocolate and also cheeseburger?"

"Sure. Any additional orders?"

Mark menggeleng. Sementara pelayan itu pergi. Sekitar 10 menit, Mark mulai menikmati makanan yang dipesannya. Mata dari pria itu tetap fokus kearah gereja yang dimasuki Gabrian tadi, pria itu mendengus kesal, saat menyadari jika Gabrian beribadah terlalu lama. This is Portugal, negara yang penuh kebebasan. Masuk kedalam sebuah agama hanya akan membuat dirinya terikat dalam suatu hal yang merepotkan.

"Mark." Itu Gabrian, tapi sejak kapan pria itu ada disini? Seakan tahu isi pikiran dari Mark, Gabrian mulai menjelaskan hal ini.

"Gue udah masuk sekitar 2 menit yang lalu, udah manggil nama lo beberapa kali juga. Tapi lo malah bengong, mikirin apaan, pak?"

Yang ditanya malah diam saja. Gabrian dengan sopan memukul kepala temannya itu. Mark meringis, ia dengan cepat membalasnya.

"Awssh! Mark gila. Kenceng banget, anjing!"

Mark tertawa. Tapi tak lama, ia kembali memukul keras kepala dari Gabrian. "Watch your mouth, Yan."

"Iya, sorry. Lagipula ibadah itu wajib, kalo tetep ngomong kasar berarti ibadahnya kurang khusyuk."

"Yeah, that's you. Hurry back to the church, and do some worship as an apology to your God." Mark tersenyum puas setelah memberi nasihat kepada Gabrian. Manusia seperti Gabrian inilah yang membuatnya yakin jika Tuhan memang benar-benar tidak ada.

"you don't want to come? Didalam gereja udaranya sejuk, lo pasti betah."

Mark menolak dengan keras. Matanya kini menangkap sosok pria yang sedang kebingungan. "What are you looking for?" tanyanya kepada pria itu.

"Mosque. Do you know where the mosque is?"

Tangan kanan dari Mark kini mulai menunjuk kearah kiri, ia memberikan arah yang cukup rinci kepada pria asing tersebut.

"Thank you, sir."

Mark mengangguk. Pandangannya kini beralih kembali kearah Gabrian yang sedang tersenyum mencurigakan kearahnya. "I think you will fall in love with Islam later.."

"Impossible. Percaya Tuhan saja tidak, apalagi masuk Islam. Lagipula agama itu sangat asing ditelinga ku. It would be really funny if I actually got into it."

Gabrian menatap remeh Mark, pria itu menjulurkan tangan kanannya sebagai kesepakatan perjanjian. "Are you sure? Gue yakin suatu saat nanti lo bakalan masuk Islam. Iman lo gampang goyah, agama Kristen emang gagal buat ngehasut lo, tapi gue yakin kalo Islam pasti berhasil. Pegang kata-kata gue, dan kalo gue salah, lo bebas hukum gue."

Mark menerima tantangan dari Gabrian. Lagipula ia cukup yakin dengan hal ini. Menahan untuk tidak masuk kedalam agama Kristen saja ia sanggup, apalagi agama Islam?

"Okay deal. I'll make sure, I will be an atheist forever."

"We'll see later, Mark.."

ETC....

avataravatar
Next chapter