5 05 | Kepolosan Alexis

05 | K E P O L O S A N

A L E X I S

***

Senyuman adalah salah satu dari jutaan hal di dunia ini yang bersifat misterius. Senyuman adalah sebuah lambang kebahagiaan, dan di saat yang sama juga bisa menjadi simbol untuk menutupi kesedihan.

Orang tersenyum karena merasa bahagia, namun senyuman itu juga bisa terlihat sangat menyiksa. Sebuah kontradiksi yang sempurna.

Senyuman itu pula yang kini terlukis jelas di bibir Mikaela melihat wajah tenang kakaknya yang sedang tertidur di sampingnya. Dagu tegas dengan sedikit bulu-bulu halus di sekitarnya, hidung mancung dan aksen adonis. Nafas teraturnya benar-benar memberikan suasana tenang.

Semalam kedua saudara kandung yang sempat terpisah selama dua belas tahun itu benar-benar melepas rasa rindunya, didominasi dengan pengalaman hidup Daniel sejak pertama kali ia menjadi vampire hingga bisa menjadi salah satu bangsawan vampire terhormat seperti sekarang.

Mikaela sekarang tahu siapa itu Ivory Krull Rosemary, wanita yang mengaku sebagai sang pemberi kehidupan abadi bagi Daniel. Dia adalah seorang vampire outcast, vampire yang tidak memihak kepada pemerintah maupun kepada manusia. Biasanya vampire-vampire yang menyandang gelar outcast akan langsung diburu oleh kerajaan karena dianggap akan menurunkan citra absolut dari kerajaan itu sendiri, namun Ivory berbeda.

Wanita itu berada di atas level semua vampire karena memiliki darah nenek moyang vampire yang pertama. Bukan hanya itu, darah Allucard, jendral vampire kuno yang membuat perjanjian terlarang dengan malaikat terbuang Azazel juga mengalir di tubuhnya. Itu yang membuat Ivory merupakan satu-satunya vampire outcast yang masih bertahan sampai sekarang.

Ivory juga menjadi alasan mengapa Daniel memiliki pedang yang bisa membunuh seseorang walau hanya dengan sebuah goresan kecil. Pedang yang terbuat dari serpihan tulang sang raja neraka Lucifer. Dan belum ada yang mengetahui alasan mengapa Ivory membiarkan Daniel lepas dari genggamannya selama ini.

Malam itu Mikaela benar-benar melihat sosok Daniel yang sudah lama hilang. Sosok yang hangat dan sangat lembut, beberapa kali Daniel membelai halus rambut Mikaela sambil terus menceritakan pengalaman hidupnya. Karena Daniel tahu, Mikaela tidak ingin menceritakan apapun yang terjadi dalam hidupnya selama dua belas tahun ini. Itu terlalu menyakitkan.

Dan hal yang sangat mengejutkan adalah, Daniel belum pernah meminum darah manusia walau setetes.

Ya, ia belum pernah merasakannya. Entah bagaimana darah unik milik Ivory Krull Rosemary yang mengalir di tubuhnya dapat membuatnya menahan nafsu umum yang dimiliki setiap vampire, sehingga ia tidak merasa sangat haus akan darah seperti vampire-vampire lainnya.

Walau tidak ada yang tahu sampai kapan tubuh Daniel bisa bertahan, karena sejatinya vampire adalah makhluk yang membutuhkan darah manusia untuk bertahan hidup. Ditambah dengan kutukan yang dimiliki oleh pedang Daniel. Demi apapun, saat dimana Daniel menahan rasa haus darah berkat kutukan pedangnya itu terasa seperti di neraka.

Malam itu Daniel terus bercerita dengan Mikaela yang terlihat sangat antusias mendengarkan setiap kata yang kakaknya ucapkan, hingga Mikaela tidak bisa lagi melawan rasa kantuknya.

Mikaela membelai halus rahang tegas milik Daniel yang masih tertidur sambil tersenyum. Gadis itu memainkan wajah kakaknya dengan iseng, mencubit-cubit kecil pipi dan hidung Daniel, dan jemarinya berhenti di daging kenyal berwarna merah pudar di bawah hidungnya.

Dadanya berdegup kencang saat telunjuknya menekan-nekan bibir Daniel. Nafas Daniel masih teratur menandakan bahwa lelaki tampan yang tidur dalam keadaan shirtless di hadapannya itu masih tertidur.

Setelah menelan ludah dengan cukup kasar, Mikaela mendekatkan wajahnya ke arah wajah Daniel, semakin dekat semakin kencang juga debaran di dadanya.

Sedikit lagi, sedikit lagi Mikaela sudah berhasil melakukan keinginannya. Gadis itu menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajahnya ke belakang telinga kanannya dan mulai menutup mata.

Sedikit lagi.

Hingga Daniel membuka matanya dan menahan bibir Mikaela dengan jari telunjuknya, membuat Mikaela ikut membuka matanya dengan ekspresi terkejut.

Dengan spontan Mikaela memundurkan kembali wajahnya, namun tangan kiri Daniel menahan belakang leher Mikaela.

"Ada apa?" tanya Daniel dengan wajah mereka masih berdekatan. "Bukannya tadi kau ingin menciumku?"

"Tidak, aku hanya-"

"Tidak adil mencuri start saat aku sedang tertidur. Ternyata kau tumbuh menjadi gadis yang nakal, Mika."

Mikaela tambah membulatkan matanya. "Hey, aku bukan gadis seperti itu!"

"Tidak, kau adalah gadis nakal. Kau tau apa yang harus dilakukan kepada gadis nakal sepertimu?"

Mikaela diam sambil mengerutkan keningnya, menatap kebingungan kepada Daniel.

Daniel pun menyunggingkan senyuman, atau bisa dibilang seringaian. "Yaitu harus dihukum."

Deg..

Mendengar kata hukuman membuat Mikaela seakan ingin menangis. Jantungnya berhenti berdetak selama sepersekian detik dan wajahnya berubah pucat pasi.

Daniel pun terkejut, "Mikaela, ada apa?"

Air mata lolos dari pelupuk mata gadis itu. Mikaela memejamkan matanya dengan rasa takut, tubuhnya bergetar hebat membuat Daniel merasa khawatir.

"Mika? Apa yang terjadi dengan-"

"Tidak tuan! Maafkan aku! Jangan hukum aku! Aku mohon! Ampuni aku!" Mikaela merengek dalam isak tangisnya.

Daniel mencoba meraih pipi Mikaela, "Mika-"

"AKU MOHON HENTIKAN!!!"

Seketika Mikaela berteriak histeris, membuat Ginny membuka pintu kamar Mikaela dengan kasar dan langsung melesat masuk.

"Tuan Daniel, apa yang terjadi dengan Mikaela?"

Mikaela pun memberontak dari dekapan Daniel, membuat Daniel menjauh dan beranjak, berganti posisi dengan Ginny yang kini duduk di atas kasur mendekap erat tubuh Mikaela.

"Maafkan aku tuan! Tolong ampuni aku! Aku tidak kuat lagi menerima hukuman!" rengek Mikaela yang kini menangis dalam dekapan Ginny dengan matanya yang masih terpejam.

"Mika-" ucap Daniel yang berusaha meraih tangan Mikaela, namun Ginny menepisnya dan membuat Daniel kebingungan.

"Maafkan aku tuan Daniel, tapi sepertinya Mikaela butuh waktu, jadi biarkan dulu dia. Kau pasti mengerti apa yang sedang dialami oleh Mikaela." ucap Ginny dengan tatapan seriusnya.

Daniel pun dengan berat hati berjalan keluar kamar Mikaela, meninggalkan Ginny yang masih berusaha menenangkan Mikaela.

***

"Ada apa?" tanya Reinhard saat pedang kayunya berbenturan dengan pedang kayu Daniel dan gerakan mereka terhenti. "Gerakanmu tak seperti biasanya. Apa kau sudah bertambah tua, tuan kulit pucat?"

Daniel hanya diam, tatapannya sangat tajam namun Reinhard tau pikirannya bukan bukan di sini.

Reinhard menangkis pedang Daniel dan dengan sangat cepat mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah, membuat gerakan memotong secara vertikal yang sangat mematikan dan dengan keras mendaratkannya di kepala Daniel. Hal yang tidak terduga, Daniel seakan tidak berusaha menghindari serangan dari Reinhard, membuat pedang kayu itu patah.

Reinhard menghembuskan napas jengah dan membuang pedang kayu yang berada di genggaman tangan kanannya ke tanah. "Sepertinya selera berlatihku hilang jika harus meladeni patung tak berguna ini."

Lelaki itu berbalik dan berjalan meninggalkan Daniel di tengah lapang. Dari kejauhan, Alexis yang sedari tadi memperhatikan latihan Daniel dan Reinhard dari awal hanya bisa terus menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Bahkan Alexis pun baru pertama kali melihat reaksi Daniel yang tak biasa seperti itu.

Reinhard berjalan ke arah Alexis, melewati gadis itu tanpa mengatakan apapun. Alexis bisa melihatnya, raut wajah penuh kekecewaan dari Reinhard.

"Menurutmu, sampai kapan Daniel akan seperti itu." ucap Alexis, masih tak mengalihkan pandangannya pada Daniel yang berdiri di bawah sinar mentari. Bukan karena tubuh bagian atas Daniel yang terekspos tanpa penghalang itu, namun karena rasa penasaran Alexis terhadap sikap Daniel yang benar-benar tak biasa.

Reinhard menghentikan langkahnya. "Entahlah. Yang jelas, untuk sementara sepertinya kita harus istirahat dari memburu vampire."

"Kuharap Daniel tidak seperti itu untuk waktu yang lama."

"Kau benar." balas Reinhard sembari menolehkan wajahnya sedikit ke arah Alexis. "Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika Daniel menjadi seperti itu di dalam medan pertempuran. Karena jika hal itu terjadi, semua usaha yang kita lakukan selama ini akan terbuang percuma."

Reinhard meneruskan langkahnya, meninggalkan Alexis yang masih memandang Daniel dengan tatapan yang campur aduk.

Apa yang dikatakan oleh Reinhard benar adanya. Daniel tidak bisa terus-terusan seperti itu.

Setelah beberapa saat terdiam memandang Daniel, Alexis pun melangkah pergi. Sepanjang lorong menuju kamarnya, gadis itu terus berkelit dalam benaknya. Ingin sekali ia melakukan sesuatu untuk Daniel, namun tidak ada satupun yang terlintas di benaknya.

Sesampainya di kamarnya, Alexis mengambil laptopnya dan duduk bersandar di kepala ranjangnya sambil memangku laptop. Entah mengapa, ia terpikirkan sesuatu. Alexis pun mulai mengetik di papan keyboardnya dan mencari hal itu di pencarian Google.

Ya. Bahkan di era vampire ini, internet masih belum lenyap.

"Alasan mengapa seorang vampire ... bukan. Seorang lelaki terlihat tidak begitu bersemangat." Alexis menggumamkan pencariannya di internet dan seketika muncul berbagai artikel tentang penyebab hilangnya gairah seks lelaki. Ia membuka artikel paling awal yang muncul dan membacanya dengan teliti.

Mata Alexis terlihat sangat fokus pada setiap kata yang ada di artikel tersebut.

"Mmm ... gejala yang ditunjukkan oleh Daniel memang mirip dengan apa yang tertulis di sini. Mungkinkah Daniel memang membutuhkan aktifitas seks untuk mengembalikan semangatnya? Aku tidak pernah mendengar Daniel berhubungan secara intim dengan siapapun, bahkan dengan Ginny sekalipun. Dia juga tidak pernah menyentuh ternak-ternak yang ia bebaskan. Kukira Daniel tidak memiliki minat ke hal tersebut."

Alexis terus membaca artikel itu hingga tuntas. "Kalau dipikir lagi, mungkin memang Daniel adalah tipe yang tidak memperdulikan hal itu. Namun tubuhnya membutuhkannya. Haruskah aku mengambil inisiatif?"

Alexis menutup laptopnya dan menaruhnya di sebelah tempatnya duduk. Ia bangkit lalu berjalan ke arah cermin. Dengan kedua tangannya, ia melepaskan seluruh pakaian yang ia kenakan satu persatu, hingga tak ada lagi benang yang menutupi seluruh permukaan kulit tubuhnya itu.

Selama beberapa saat, Alexis memandangi tubuhnya sendiri di pantulan bayangan dirinya di cermin. "Kupikir tubuhku cukup bagus. Mungkinkah Daniel akan menolakku? Entahlah. Kucoba saja."

Alexis kembali mengenakan pakaiannya dan berjalan keluar kamar. Kedua kakinya melangkah menuju kamar Daniel. Tanpa basa-basi Alexis membuka pintu dan mendapati suara gemercik yang berasal dari dalam kamar mandi.

Selagi Daniel berada di dalam kamar mandi, Alexis menutup kembali pintu kamar Daniel dan menguncinya. Gadis itu mulai menanggalkan seluruh pakaian yang ia kenakan, perlahan melangkahkan kakinya menuju pintu kamar mandi.

Satu tangannya meraih ganggang pintu kamar mandi, memutarnya perlahan dan saat pintunya terbuka, ia melangkah masuk. Siluet bayangan tubuh Daniel yang sedang mandi di bawah guyuran shower terlihat lumayan jelas dari balik tirai putih.

Alexis berjalan mendekat, menyibakkan tirai mandi Daniel dan melangkah masuk ke dalam bath-tub.

Tanpa aba-aba maupun peringatan sedikitpun, Alexis memeluk tubuh Daniel dari belakang.

Daniel masih diam. Walau pikirannya berusaha menebak apa yang coba dilakukan oleh Alexis.

Kedua telapak tangan Alexis meraba tubuh Daniel dengan lembut, sementara bibirnya mengecup lembut punggung serta leher belakang Daniel.

Daniel masih tanpa ekspresi, memandang lurus ke arah dinding putih kamar mandi di hadapannya.

Tangan Alexis semakin turun, hingga berada sangat dekat dengan sang pangeran kecil milik Daniel. Mungkin tak pantas disebut kecil, karena ukurannya memang tergolong mengerikan, bahkan pada saat belum berereksi.

Sedikit lagi, jemari Alexis hampir mencapai pangeran milik Daniel itu. Namun pergelangan tangan Alexis kini digenggam oleh Daniel.

"Apa yang kau lakukan."

Alexis menghentikan kecupan di punggung Daniel. Masih dalam posisi berjinjit karena Daniel memang lebih tinggi dari Alexis. "Memenuhi kebutuhanmu, mungkin?"

"Mungkin?" tanya Daniel lalu berbalik. Matanya bertemu dengan mata Alexis. Daniel bisa melihatnya, Alexis tak menunjukkan ekspresi apapun, sama seperti yang ia lakukan. Dari situ, Daniel bisa tahu, Alexis tak melakukan hal ini karena nafsunya.

"Kebutuhanku yang mana yang berusaha kau penuhi?"

"Tadi aku melihat latihanmu dengan Reinhard, dan kau terlihat sangat tidak bersemangat. Kau juga kehilangan fokus. Aku baru pertama kali melihatmu seperti itu. Jadi, aku mencarinya di internet, dan mereka bilang kalau kau membutuhkan semacam aktifitas seksual untuk mengembalikan semangatmu."

Daniel mengerutkan keningnya. "Kenapa kau bisa menyimpulkan keadaanku seperti itu?"

"Entahlah." jawab Alexis sambil mengedikkan bahunya sekilas. "Gejala yang kau tunjukkan mirip dengan artikel yang kubaca. Kenapa? Apa tubuhku tak cukup untuk membuatmu terrangsang? Haruskah kupanggil Ginny untuk membantuku juga? Kita bisa melakukannya bertiga. Kupikir dia juga tidak akan merasa keberatan."

Daniel menatap lurus ke arah mata Alexis dengan tatapan yang serius. Di saat seperti ini, Daniel bisa saja marah. Namun, ia mengerti bahwa Alexis tak memiliki maksud buruk kepadanya. Hanya saja, Daniel baru tahu bahwa Alexis ternyata adalah gadis yang masih polos.

Wajar. Umurnya dua tahun lebih muda dari Mikaela, adiknya sendiri.

"Keluarlah. Terimakasih telah mengkhawatirkanku. Tapi aku baik-baik saja."

"Kenapa?" Alexis meraih dadanya sendiri dengan satu tangannya yang bebas. "Apa tubuhku tak semenarik itu bahkan untuk kau sentuh?"

Daniel terdiam. Ia sadar, jawaban yang ia berikan akan berdampak pada rasa percaya diri Alexis kedepannya. Itu sebabnya ia tak boleh salah menjawabnya.

Daniel melepas genggamannya pada pergelangan tangan Alexis. Tangan kanannya meraih dada Alexis. "Tidak ada yang salah dengan tubuhmu."

Tangan Daniel menjamah tubuh Alexis ke belakang, turun hingga ke bagian bokongnya. "Dadamu, bokongmu, mereka benar-benar sangat indah. Terlebih di bagian ini."

Daniel mengatakan hal itu saat tangannya sudah berpindah ke bagian yang berhimpit di antara kedua pangkal paha Alexis. "Gundukan daging yang berhimpit ini, warnanya yang kemerahan tanpa tanpa bulu halus sedikitpun. Hanya orang bodoh yang tak akan tertarik padamu."

Kini tangannya sudah beralih ke membelai halus wajah Alexis. "Dan di samping itu semua, kau memiliki paras yang tak bisa ditolak oleh lelaki manapun."

"Lalu, kenapa kau tidak ingin melakukannya denganku?" tanya Alexis, masih belum mendapat jawaban yang ia inginkan dari Daniel.

Daniel menyunggingkan senyuman manis pada Alexis. "Bukannya aku tidak ingin melakukannya denganmu. Namun, yang harus kau tahu, hal itu seharusnya kau lakukan dengan seseorang yang kau cintai dan juga mencintaimu. Mungkin vampire lain memang melakukannya atas dasar nafsu belaka, namun kau sendiri tahu bahwa aku berbeda dari mereka."

"Apa kau tidak mencintaiku?"

Daniel menatap mata Alexis. "Apa kau mencintaiku?"

"Mmmm. Entahlah. Aku tidak tahu cinta itu apa. Tapi setidaknya, aku tidak merasa takut ataupun terintimidasi di dekatmu. Rasanya, aku bisa menjadi diriku sendiri di hadapanmu. Dan juga, aku senang berada di medan pertempuran yang sama denganmu. Apakah itu yang dinamakan cinta?"

Daniel tersenyum mendengar perkataan Alexis. "Sebaiknya kau kenakan kembali pakaianmu dan keluar. Beristirahatlah, karena besok kita akan bergerak."

"Benarkah? Apa kita akhirnya akan menghabisi si Vincent-Vincent itu?"

Daniel mengangguk mengiyakan pertanyaan Alexis. Mata gadis itu terlihat sangat gembira. Alexis pun berjalan keluar, mengenakan kembali pakaian yang ia lepaskan tadi dan keluar dari kamar Daniel.

Reinhard, dengan sebotol bir dingin di tangan kanannya berjalan melewati Alexis.

"Apa yang kau lakukan di kamar Daniel?" tanya Reinhard lalu menegak cairan bir dinginnya.

Alexis menoleh lalu menatap lurus ke arah mata Reinhard. "Apa kau mencintaiku?"

Reinhard menghentikan tegukannya dan menatap datar ke arah Alexis. Tanpa berkata-kata, Reinhard meneruskan langkahnya meninggalkan Alexis. Ia merasa ada yang salah di kepala gadis itu. Pertanyaannya begitu acak, dan juga terdengar sangat konyol.

"Hey, jawab aku!" pinta Alexis sambil menyusul Reinhard. "Apa kau mencintaiku?"

Reinhard tak menggubrisnya, walaupun Alexis terus menanyakan hal itu berulang-ulang pada Reinhard.

Entahlah. Alexis memang hanya seorang gadis polos yang hanya tahu cara menebas vampire dengan baik dan benar.

avataravatar
Next chapter