1 Tembak

"Tembak ... tembak ... tembak ... tembak ...," terdengar suara dukungan dari seluruh siswa yang ada di dalam kelas saat Shaka berlutut di hadapan Cinta.

pemuda itu, berniat untuk menyatakan perasaan yang selama ini ia pendam terhadap sahabatnya, Cinta. Sejak kecil, mereka selalu bersama. Tidak kurang rasanya untuk Shaka mengenal baik bagaimana Cinta. Setiap waktu, bahkan setiap detik tidak pernah sama sekali Sakha mampu melupakan bayangan gadis itu. Hingga akhirnya, ia mendapatkan dukungan dan lampu hijau dari Dinda yang merupakan sahabat mereka juga.

Cinta terkejut, ia tidak mengira jika Shaka akan melakukan hal ini kepadanya. Selama ini, ia hanya mengira jika pemuda itu menganggapnya sebagai sahabat. Akan tetapi hari ini berbeda, dengan percaya diri dan ketampanan yang berkali-kali lipat dari biasanya. Sakha memberanikan diri mengungkapkan perasaannya.

"Cin, kamu mau kan jadi pacar aku?" tanya Shaka yang sontak di sambut dengan sorak dukungan dari seluruh siswa. Mereka semua berharap jika Cinta mau menerima pemuda tersebut sebagai kekasihnya.

"Cie ... cie ... terima aja Cin, kalian cocok kok," ucap Nindy, dia adalah salah satu dari teman Cinta dan Shaka di kelas. Gadis itu tersenyum sumringah melihat kegugupan di wajah Cinta.

Sejenak, Cinta melirik ke arah seluruh siswa. Wajahnya tampak memerah padam menahan malu yang semakin lama semakin membuatnya merasa ciut.

"Benar, Cin. Udah ... terima aja, lagian selama ini kalian sudah saling dekat kok," kali ini Beny yang bersuara. Sesekali, pemuda itu melakukan tos bersama dengan teman-teman yang lainnya.

"Cinta. I love you!" teriak Dinda. Dia adalah gadis yang paling rese' yang selalu menggoda Cinta dan Shaka selama ini. Mungkin juga, karena perbuatan gadis itu yang selalu menjodoh-jodohkan dirinya dengan Shaka sehingga membuat pemuda tersebut memiliki keberanian untuk mengungkapkan semua perasaannya saat ini.

"Udah ... jangan lama-lama, keburu lumutan nih yang nunggu!" seru Gilang. Rasanya mereka semua terlalu berisik di telinga Cinta hingga membuat gadis itu merasa bingung harus mengatakan apa.

Cinta yang masih berdiri di samping bangkunya kemudian menatap ke arah Sakha. Sungguh, pesona Sakha memang tidak bisa dibantah lagi.

Jujur saja, selama ini Cinta memang memiliki perasaan yang sama dengan pemuda itu. Hanya saja gadis itu terlalu takut untuk mengakui semuanya. Ia takut jika perasaannya ini akan berakibat buruk untuk persahabatan mereka di masa yang akan datang.

"Terima ... terima ... terima ... terima ...,"

kembali terdengar riuh dukungan dari semua siswa, hingga akhirnya seseorang datang dan masuk secara tiba-tiba di dalam kelas. Mengetahui hal itu, sontak membuat seluruh siswa terdiam dan menghentikan kegaduhan mereka.

"Ada apa ini? Kenapa kelas ini berisik sekali?" tanya Bu Lintang selaku wali kelas.

Cinta yang terkejut kemudian duduk pada bangkunya, menarik tubuh Shaka agar duduk di sebelahnya.

"Tidak ada apa-apa, Bu," sahut Cinta membuka suara. Gadis itu panik, ia khawatir jika semua ini akan berdampak kepada dirinya.

"Tidak ada apa-apa, tidak ada apa-apa bagaimana? Suara kalian bahkan terdengar sampai ke ruang guru. Sekarang ibu tanya, siapa yang menjadi penyebab kekacauan di kelas ini?" tanya Bu Lintang sembari meletakkan kedua tangannya di pinggang.

Sorot mata wanita itu tajam, memandang setiap jengkal kepala siswanya di dalam kelas. Tidak ada yang berani bersuara hingga akhirnya Sakha pun berani mengakui semuanya.

"Saya, Bu. Saya yang memulai kekacauan di kelas ini. Jika Ibu ingin menghukum, hukum saja saya, Bu," ucap Shaka dengan berani.

Mendengar ucapan Shaka membuat cinta sontak menoleh, ia kaget saat Sakha dengan berani mengakui semua kesalahannya. Pemuda itu memang benar-benar gentle.

"Oh, jadi kamu yang memulai semuanya. Sekarang lebih baik kamu keluar dan berdiri di tengah lapangan. Sekarang!" seru Bu Lintang memberi hukuman kepada Shaka.

Tidak ingin melihat pemuda itu dihukum sendirian, akhirnya membuat Cinta juga mengakui jika ia juga terlibat dalam kekacauan yang terjadi di kelas.

"Maaf, Bu. Saya juga bersalah. Jika Ibu ingin menghukum Shaka, Ibu juga harus menghukum saya," timpal Cinta sembari melirik ke arah kekasihnya untuk sejenak.

Shaka pun mengangkat kedua alisnya bersamaan, tidak mengira jika Cinta akan mengatakan hal itu kepada sang wali kelas.

"Cin, kamu apaan sih? Udah nggak usah ...," bisik Shaka yang melarang Cinta untuk ikut-ikutan dihukum.

"Nggak bisa, Ka. Kalau kamu dihukum, aku juga harus dihukum. Ini adil," sahut Cinta sembari berbisik juga. Kemudian, gadis itu kembali menatap ke arah depan. Menunggu keputusan dari Bu Lintang atas hukuman yang ia berikan.

"Tapi di luar panas. Kamu bisa pingsan kalau berdiri di tengah lapangan," cegah Shaka yang kemudian, mendorong pundak Cinta ke bawah agar bisa segera duduk di bangkunya.

"Nggak!" Cinta terus saja menolak. Gadis itu kembali berdiri dan melotot ke arah Shaka yang sangat keras kepala.

"Sudah diam! Jadi kalian berdua biang kerok dari keributan di kelas ini. Lebih baik, kalian berdua segera keluar dari sini dan berdiri di tengah lapangan basket. sekarang!" seru Bu Lintang memerintahkan.

Shaka dan Cinta pun akhirnya berjalan beriringan untuk keluar dari kelas dan berdiri di tengah lapangan. Terik matahari yang menyengat karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, sama sekali tidak menyurutkan keinginan gadis itu untuk bisa berbagi suka duka bersama Shaka.

Banyak pasang mata yang melihat keduanya berdiri sembari memberi hormat kepada bendera merah putih. Tidak sedikit pula dari siswa yang sengaja mengolok-olok keduanya karena telah dihukum oleh Bu Lintang.

Bulir keringat mulai muncul dari kening Cinta yang putih bersih. Shaka yang mengetahuinya lantas segera mengambil saputangan yang tersimpan di dalam saku celananya. Pemuda itu, kemudian mengusapkan benda tersebut pada kening Cinta.

"Aku kan sudah bilang, kamu nggak usah ikut-ikutan ngaku. Kalau seperti ini, kamu sendiri kan yang susah?" ucap Shaka yang kesal atas sikap Cinta. Tangan pemuda itu masih terus berusaha menyeka keringat yang membulir pada kening gadis itu.

"Nggak apa-apa, Ka. Kamu tenang aja, aku kuat kok," sahut Cinta.

Gadis itu berusaha untuk menguatkan dirinya agar Shaka tidak khawatir dengan keadaannya. Lima belas menit berlalu, kini membuat rasa pusing mulai menjalar di kepala Cinta. Mata gadis itu mulai berkunang-kunang.

Shaka pun berusaha untuk melindungi Cinta dari terik sinar matahari menggunakan jaket yang ia kenakan. Perlahan, pandangan mata Cinta semakin redup dan berkurang, sampai akhirnya gadis itu benar-benar ambruk di tengah lapangan.

Shaka segera membawa Cinta ke UKS guna memberikan pertolongan pertama pada gadis itu. Lalu disusul oleh Bu Lintang yang merupakan wali kelas dari kedua siswa.

"Cinta, kamu nggak apa-apa?" sapa Bu Lintang pada siswinya yang masih terlihat tidak sadar.

Sementara Shaka, pemuda itu sibuk mengoleskan minyak kayu putih pada kaki dan hidung gadis yang masih terbaring tidak sadarkan diri itu.

"Bagaimana Cinta bisa pingsan, Ka? Bukankah biasanya ia gadis yang kuat?" tanya Bu Lintang. Ia merasa bersalah karena telah memberikan hukuman kepada gadis tersebut.

"Saya juga tidak tahu, Bu," jawab Shaka yang terkesan tidak peduli dengan kehadiran sang wali kelas. Ia lebih sibuk untuk menyadarkan Cinta. Menggosok-gosok kakinya, hingga berulang kali meletakkan botol minyak kayu putih di dekat hidung gadis berparas ayu tersebut.

Bu Lintang juga berusaha untuk membantu Shaka menyadarkan Cinta. Hingga lima menit berlalu, akhirnya tiba-tiba saja gadis itu mulai sadar. Bu Lintang tampak lega dan menghela napas panjang. Ia bersyukur karena tidak terjadi apa-apa dengan anak didiknya tersebut.

"Astaga, Cinta. Akhirnya kamu sadar juga. Ibu sangat khawatir sama kamu. Maafkan Ibu ya, karena sudah menghukum kamu terlalu berat hingga menyebabkan kamu pingsan," ujar Bu Lintang meminta maaf.

Cinta pun berusaha untuk bangun, walau kepalanya masih terasa pening, akan tetapi ia berusaha untuk kuat dan bangkit. Gadis itu melihat Shaka masih berada tepat di sampingnya. Tidak sekalipun pemuda itu mau meninggalkannya sendirian.

"Tidak apa-apa, Bu. Ini juga kesalahan saya, saya juga yang menyebabkan keributan di kelas," sahut Cinta seraya menatap ke arah Sakha yang terlihat sedang menggelengkan kepala.

"Ya sudah. Bagaimana keadaanmu sekarang. Apa masih pusing?" tanya Bu Lintang sembari mengusap pelan kening Cinta.

Gadis itu mengangguk pelan. Ia memang masih merasa pusing dan belum bisa kembali ke dalam kelas.

"Baiklah kalau begitu. Kamu tidak perlu kembali ke kelas. Shaka, tolong kamu jaga Cinta di sini, ya?" ujar Bu Lintang yang kemudian beralih memandang pemuda yang berdiri di sampingnya.

Shaka pun mengangguk memenuhi perintah Bu Lintang. Sang wali kelas itu pun akhirnya kembali ke dalam kelas untuk meneruskan pelajaran. Sementara Cinta dan Shaka, menghabiskan waktu istirahat di dalam UKS.

Keduanya pun terdiam dan saling tersenyum mengingat semua kejadian yang baru saja terjadi. "Jadi gimana dengan pertanyaan aku tadi? Kamu mau kan jadi pacar aku?" Shaka kembali mengulang pertanyaannya, membuat Cinta semakin merasa deg deg an dibuatnya.

avataravatar
Next chapter