1 Prolog

"Ayahmu, kabur Kayla!"

"Dia meninggalkan kita! Dan sekarang, kita yang akan menjadi buronan atas ke berengsekan nya itu!"

"Sialan! Bagaimana kita akan bertahan, tanpa semua kemewahan ini?"

Nesya Kayla. Gadis periang berusia 22 Tahun yang saat ini masih kuliah untuk menyelesaikan semester akhirnya itu, hanya bisa menunduk sembari mengusap air matanya yang satu persatu jatuh. Dia tidak pernah menyangka, tragedi ini akan menimpa keluarganya. Ayah yang sangat dicintainya, sekarang menjadi buronan atas dasar tuduhan penipuan pada sebuah perusahaan yang menjadi partner kerjanya. Dan sekarang, semua harta bendanya akan disita oleh bank. Dia tidak punya tempat tinggal lagi, dan mungkin, dirinyalah yang akan menjadi buronan polisi sebagai anak kandung Elliot, mengingat ibunya yang sedang marah-marah tidak jelas itu, hanyalah ibu tirinya.

"Jika polisi menangkap kita, maka kamu yang harus masuk ke penjara!" teriak Nena, ibu tiri Kayla dengan kemarahan memuncak. Rencana awalnya, yang menikahi Elliot demi uang dan hidup mewah, kini harus hancur dan dirinya akan kembali ke kelas kaum tak berada. Menyebalkan sekali! Jika saja, dia mengetahui Elliot akan terjerat kasus ini dan kemudian pergi, sudah dia bawa pergi dulu uang hasil menipu yang sangat banyak itu.

"Bu, lebih baik kita pergi dulu sebelum polisi menangkap kita. Biarkan, si dungu ini yang menanggung kesalahan ayahnya!"

Devira, saudara tiri Kayla, yang selalu sepaham dengan ibunya bersuara. Devira se umuran dengan Kayla. Hanya saja, wanita itu tak pernah mau menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Devira lebih suka bergaul dengan kaum sosialita dan bekerja sebagai model pakaian di sebuah agensi ternama.

Kayla mendongak. Dengan air mata berlinang, dia menghampiri Nena yang bersedekap dada dengan wajah memerah. "Tidak. Jangan tinggalkan aku, Bu. Aku mohon. Hiks ... hiks. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini kecuali kalian."

"Aku tidak peduli!" tegas Nena, sambil menyentak tangan Kayla yang memegangnya dan mendorong Kayla hingga jatuh. "jika saja ayahmu tidak melakukan semua ini, kita tidak akan miskin, Kayla! " lanjut Nena. "sekarang, kita tidak ada hubungan keluarga! Kamu bukan anak tiriku lagi. Kita cari jalan masing-masing, dan jangan pernah muncul lagi di depanku, esok atau suatu hari nanti!" sambung Nena dan melangkah pergi dari sana.

Kayla menangis terisak. Permohonannya, sama sekali tak didengarkan oleh ibu tirinya yang kemarin, masih bersikap normal padanya layaknya ibu tiri. Sekarang, dirinya benar-benar sebatang kara. Tanpa keluarga yang bisa menjadi tempatnya untuk berbagi atau sekadar meramaikan anggota keluarganya.

Devira menatap Kayla sambil memicingkan mata. Kekehan kecil, dia hadiahkan untuk Kayla yang terlihat sangat menyedihkan. "Selamat tinggal, bad sister!" ejeknya, kemudian menendang koper kecil Kayla yang memang sudah disiapkan mantan pembantu mereka.

Kayla memandang punggung Nena dan Devira dengan nyalang. Mereka benar-benar tega meninggalkannya sendirian. Sekarang, dirinya harus tinggal di mana?

"Nona?"

"Ya, Bi?" jawab Kayla sambil bangkit berdiri. Mengusap wajahnya yang basah oleh air mata.

"Kami pamit pergi," ucap salah seorang pembantu setianya.

Kayla mengangguk. Tangannya meraih tangan wanita paruh baya yang sudah berjasa bekerja untuk keluarganya. "Maaf, jika keluargaku memiliki salah ya, Bi. Maaf juga, karena Bibi harus kehilangan pekerjaan. Semoga, Bibi sehat selalu dan mendapatkan tempat kerja yang lebih layak," ucap Kayla dan disambut dengan sebuah anggukan oleh wanita itu.

"Nona, juga harus kuat ya," balas pembantu itu, kemudian pergi dari sana

Kayla menghembuskan napasnya sejenak. Pandangannya menjelajahi rumah yang sudah dia tempati selama 22 tahun ini. Sekarang, rumah itu bukan menjadi miliknya lagi.

"Selamat tinggal," lirih Kayla lalu menyeret koper kecilnya. Mengikuti arah mata angin membawa pergi dirinya dan melabuhkannya entah di tempat yang mana.

***

Seorang pria dengan perawakan dingin, menikmati pemandangan kota di bawah perusahaannya sambil menikmati segelas wine. Suasana di dalam ruangannya memang tenang tetapi, jangan tanya bagaimana suasana hatinya kini. Otaknya terasa mendidih, bahkan ingin sekali dia menghancurkan sesuatu untuk melampiaskan sedikit kemarahannya.

Ceklek!

Pintu di belakangnya terbuka. Semoga saja, anak buahnya yang dia perintahkan, membawa kabar baik. Jika tidak?

"Tuan, Elliot tak bisa kami temukan jejaknya."

Pyaarrr!

Baru saja dirinya menduga-duga, anak buahnya sudah lebih dulu memberikan berita yang membuat amarahnya benar-benar keluar. Akhirnya, gelas yang dipegangnya tadi, harus bertabrakan dengan lemari kaca tempatnya menyimpan beberapa berkas, dan hancurlah kaca besar yang mahal itu.

"Dasar tua bangka! Berani sekali dia menipuku seperti ini!?" desisnya.

Erick Van Abraham. Meremas kuat rambutnya, dan sedikit meninju tembok di depannya. Pria tua itu, berhasil membuatnya rugi besar. Dan sekarang, pria itu menghilang begitu saja. Tanpa meninggalkan jejak yang bisa dilacak. Untuk harga benda peninggalan si bajingan Elliot, , tentu saja tidak akan bisa mengganti kerugiannya yang mencapai triliun.

"Bagaimana dengan hartanya?" tanya Erick—geram.

"Sudah kami sita, Tuan."

"Apa si tua bangka itu memiliki keluarga?" tanya Erick lagi. Sialnya, dia tidak pernah peduli pada anggota keluarga partner kerjanya, dan sekarang kebiasaannya itu membuatnya rugi besar karena bekerja dengan penipu.

"Seorang istri dan dua anak gadis, Tuan. Tapi, hanya satu anak kandung Elliot, dan satunya anak tiri."

Erick menyeringai tipis. Akhirnya, dia menemukan cara untuk membuat Elliot keluar dari persembunyiannya.

Ya, seorang anak adalah umpan yang bagus untuk memancing induknya keluar dari persembunyian. Batin Erick kemudian mengambil ponsel dan kunci mobilnya. Dia akan menemukan anak Elliot, dan menjadikannya sebagai umpan.

avataravatar