webnovel

( Untukku )

Author: Yayangkun
Teen
Completed · 8K Views
  • 1 Chs
    Content
  • ratings
  • N/A
    SUPPORT
Synopsis

Cerita pendek

Tags
1 tags
Chapter 1Untukku

•Untukku •

____________________________________

Semenjak kedua orangtua Sakura Haruno meninggal, Sakura tinggal di rumah keluarga Uzumaki. Kushina Uzumaki adalah wanita yang kuat membesarkan seorang putra bernama Naruto Uzumaki; sejak Minato suami Kushina meninggal dunia dan dia harus membesarkan putranya itu sendirian.

Kushina berencana menjodohkan Naruto dengan Sakura, namun sayangnya Sakura menolak dengan alasan dia ingin sendiri belum siap untuk menikah diusia muda.

Sakura telah menginjak usia yang terbilang cukup dewasa, 20 tahun.

"Sakura!"

Pria remaja berambut pirang melambai kearah Sakura yang sedang duduk di ayunan berbahan besi yang di cat putih berada di halaman belakang rumah keluarga Uzumaki.

"Naruto? Apa bibi memanggilku lagi?"

"Ibu tidak memanggilmu, tapi aku mencarimu Sakura."

"Oo."

Sakura mengayunkan ayunan yang ia duduki. Sakura memejamkan mata menikmati angin yang menyisiri rambutnya.

Naruto tersenyum dan tersipu malu saat melihat ekspresi yang Sakura tunjukkan secara tidak langsung.

"Sa-Sakura, apa kau ada waktu nanti malam? Hehe.. Aku ingin mengajakmu makam malam diluar."

"Makan malam? Denganku?"

Sakura menatap intens kearah mata Naruto, Naruto seketika merona sembari mengaruk kepalanya sendiri. Sakura beranjak dari duduknya dan melangkah maju, berhenti tepat dihadapan Naruto.

"Ka-kau maukan Sakura?" Naruto bertanya dengan gugup.

"Iya aku mau. Tapi tidak di kedai ramen lagi kan?"

"Hehe.."

"Pasti kedai itu lagi, ramen-ramen terus-menerus. Aku menolak kalau ke kedai ramen lagi Naruto."

Sakura tersenyum hambar dan pergi meninggalkan Naruto yang menyusul Sakura, untuk mengikuti. Sakura mengingat ucapan Kushina yang sempat berkata 'bagaimana menurutmu tentang putraku?'

Sakura melirik kearah kiri, ketika Naruto berada disebelahnya. Sakura geleng kepala dan mempercepat langkah kakinya. Naruto mengerutkan kening ketika melihat gelagat Sakura yang tiba-tiba menjadi aneh.

"Sakura kenapa ya?" Naruto bergumam saat mengingat Sakura yang tadi geleng kepala tanpa sebab.

.

.

.

.

"Bibi sedang apa?!"

"Eh, Sakura? Bibi sedang membuat makan siang yang Naruto suka."

Sakura melihat kebelakang ketika menuju kearah Kushina, yang sedang sibuk memasak di dapur.

"Sakura ada apa? Kenapa kau melihat kebelakang terus?" Kushina mencicipi kuat ramen dan tersenyum puas.

"Bibi biar aku bantu membawa ya? Ramen ternyata yang bibi maksud tadi..." Sakura mengambil nampan dan meletakan semangkuk ramen porsi berukuran jumbo.

'Naruto beruntung sekali..' Sakura melangkah menuju ruang makan bersama Kushina.

"Sakura, kau akhir-akhir ini sering melamunkan apa? Coba cerita pada bibimu ini."

"Melamun? Maksud bibi apa?"

"Hah, kau tidak sadar sering melamun ya!" Kushina menyentuh dahi Sakura. Dan memastikan bahwa Sakura baik-baik saja.

"Tidak demam?" gumam Kushina.

"Bibi ini ada-ada saja. Aku tidak demam hanya saja ada sesuatu yang membuatku khawatir."

"Naruto! Sayang ramennya sudah siap! Ayo makan siang!"

Sakura tersenyum ketika terjeda oleh Kushina yang tiba-tiba memanggil Naruto.

"Guk! Guk! Guk! Guk!"

"Astaga Kurama, kau tidak boleh ikut masuk!" Naruto mencoba mengusir Kurama anjing kesayangan miliknya.

"Naruto! Jangan bawa Kurama masuk kedalam rumah!" Suara Kushina amat mengelegar,

sampai-sampai Sakura menutup kedua telingga dengan kedua tangan.

Naruto langsung menendang Kurama agar keluar rumah.

"Maaf Kurama, tapi kau tidak boleh masuk!"

Naruto bergegas menuju kearah ruang makan. Kurama hanya duduk, tertunduk didepan pintu luar rumah.

Srrk..

Naruto duduk tergesah sampai suara gesekan kursi terdengar jelas. Semangkuk ramen mengepulkan asap hangat, Naruto menyekat airliurnya. Dan merasa sangat lapar yang datang tiba-tiba ketika melihat makanan favoritnya kini seakan melambai untuk disantap.

"Sssrrrrrpth...."

"Naruto pelan-pelan nanti kau tersedak."

"Aeemmh... Srrppth... Temnnang saebjaa Sakuraa.."

Kushina hanya tersenyum ketika Sakura terlihat cemas saat melihat Naruto menyantap ramen dengan rakus.

"Uhuk.. Uhuk.."

"Ini cepat minum airnya! Dasar bodoh kau makan seperti orang kesetanan!"

"Haha..." Kushina tertawa tiba-tiba, ia mengingat suatu kejadian yang hampir sama yang Kushina alami dulu.

"Sa-Sakura kenapa kau marah mirip Ibu. Ibu, Sakura memarahiku lihat dia marah-marah." Naruto menunjuk Sakura, seperti anak kecil yang suka mengadu.

Kushina hanya tersenyum dan membelai surai pirang Naruto. "Dasar anak manja. Kapan kau dewasa, Naruto."

Naruto mencerna ucap ibunya yang tidak seperti biasanya. Sakura melirik Naruto yang menunjukkan ekspresi kebingungan.

"Maksud Ibu apa?" Naruto bertanya dengan polosnya. Kushina menghela nafas dan berpikir mungkin dia telah berbuat kesalahan memanjakan Naruto terlalu berlebihan sampai anak kesayangannya itu terkadang bersikap aneh.

.

.

.

.

Treeeth... Treeeth....

Sakura meraih smartphone miliknya yang ada di meja kecil dekat ranjang. Sakura melihat pesan messenger dari Sai Shimura teman baik Sakura.

'Sakura, aku tunggu kau di kafe tempat biasa. Aku sudah mendapatkan pekerjaan yang cocok untukmu.'

Sakura membalas pesan dan bersiap untuk menuju kafe yang Sai sebutkan. Naruto yang sedang mengelus-elus Kurama, ia melihat Sakura pergi terburu-buru. Kushina melambaikan tangan kearah Sakura saat berada di pintu pagar rumah.

Naruto mulai melangkah menuju arah ibunya dan bertanya, 'Sakura pergi kemana?' Kushina menjawab, 'bahwa Sakura pergi menemui temannya yang bernama, Sai.'

Naruto kembali kearah Kurama sembari menulis pesan untuk Sakura.

'Sakura nanti malam kita jadi keluarkan?'

Sampai 5 menit Naruto menunggu belum ada balasan pesan dari Sakura.

Sakura menghela nafas saat didalam taksi karena smartphone miliknya tertinggal karena terburu untuk pergi menemui Sai.

Sesampainya Sakura di kafe. Dia melihat seorang pria yang duduk dibagian paling belakang kini melambai kearahnya. Sakura tersenyum dan menghampiri pria itu.

"Sakura kau makin cantik saja."

"Hah? Cantik? Biasa saja kau terlalu memujiku, Sai."

Sakura dan Sai mengobrol dengan akhrabnya sesekali bercanda sampai mereka membahas pada inti pembicaraan mengenai pekerjaan Sakura nanti.

"Sasuke Uchiha?"

"Kau pasti tau dia itu siapa kan?"

"Iya aku tau. Sasuke Uchiha yang sering dibicarakan orang karena dia sangat tampan dan kaya itukan?" Sakura tertawa geli dengan ucapannya sendiri.

"Dia menghubungiku agar mencari seorang yang bisa dipercaya sebagai kekasihnya tapi hanya

pura-pura apa kau mau?"

"Hah! Maksudnya gimana?" Sakura tidak mengerti maksud dari Sai.

"Dia menawarkan gajih lumayan besar asal kau mau Sakura. Ehem! Fotomu sudah kuberikan padanya, kelihatnya si pangeran es itu mencair."

"Dasar kau main lanjut saja, aku belum mengerti maksud arah pembicaranmu, Sai!" ucap Sakura.

"Hmm, belum paham ya..?"

"Bukannya belum paham, tapi penjelasanmu aneh hehe.." Sakura tertawa canggung karena tidak mengerti arah pembicaraan Sai.

Sai menjelaskan dengan sangat detail sampai Sakura paham. Sakura mengeleng menolak tawaran Sai yang berniat agar Sakura berpura-pura menjadi kekasih Sasuke.

"Pekerjaan itu menurutku beresiko, Sai."

"Aku hanya menawarimu Sakura, setelah kupikir sepertinya beresiko juga. Aku sedikit egois gara-gara nanti yang aku dapatkan lumayan besar."

"Sai... Kau seperti germo saja..."

"Haha... Hampir mirip."

"Dan makin aneh seperti seseorang."

"Hmm, seseorang?"

.

.

.

.

"Ibu, Sakura lama sekali pulangnya?"

"Mm, kau khawatir juga ya Naruto?"

Naruto menonton acara televisi bersama ibunya. Naruto bersandar di pundak Kushina- yang sedang mengonta-ganti channel televisi.

Pukul 12 malam Sakura belum pulang ke rumah. Dan tidak biasanya Sakura pergi sampai larut malam. Naruto mulai cemas sampai-sampai mengepalkan tangan dibalik punggungnya.

Tap.

Tap.

Tap.

Tap.

Sakura yang baru saja pulang, ia melihat Kushina dan Naruto sudah tertidur pulas duduk bersandar di sofa dengan televisi yang masih menyala.

'Seharusnya aku pulang awal tidak jalan-jalan dengan Sai tadi.' Sakura menguncang pelan tubuh Kushina, Kushina terbangun dari tidurnya dan menatap tegas Sakura. Naruto terkapar di sofa- tertidur pulas.

"Bibi maaf aku kemalaman."

"Kau kemana saja sampai jam segini?"

"I-itu aku jalan-jalan dengan temanku yang aku bicarakan tadi siang."

"Ayo ikut bibi ke ruangan tengah."

"I-iya.."

Tap.

Tap.

Tap.

Tap.

Kushina berhenti melangkah, ia berbalik bersendekap dengan tatap mata yang tegas tidak ada senyum sedikitpun seperti biasanya. Sakura tertunduk mengakui kesalahannya.

"Kau bisa lihat jam dinding itu kan Sakura? 12.08 berarti lewat tengah malam."

"Ma-maaf bibi. Aku lupa waktu.."

"Apa dia itu kekasihmu? Kalau hanya teman tidak akan sampai pulang larutkan?"

"Bu-bukan.. Maaf bibi, aku pulang telat. Aku janji ini yang terakhir."

"Angkat kepalamu. Tatap aku Sakura, bibi sudah menganggapmu seperti anak sendiri berarti tugasku sebagai ibu bagimu kan?"

"..."

Kushina meminta agar Sakura duduk di sofa ruang tengah. Mereka berdua berbincang sangat serius, Sakura menghela nafas pelan, merasa menyesal atas perbuatannya.

"Bibi jadi ingat sesuatu, dulu Minato pernah pulang larut malam. Kau percaya tidak, aku menendangnya keluar rumah dan bilang, suami payah! Kau tidur diluar dan tidak ada jatah untukmu selama sebulan!"

Sakura semakin tertunduk saat mendengar cerita Kushina. Kushina membelai surai pink Sakura dengan penuh sayang. Sakura melirik saat tertunduk dan tidak bisa bicara sedikitpun hanya menyesali semuanya.

"Sakura mulai besok bibi sibuk. Kau maukan seperti biasa menjaga Naruto untukku?"

"Bibi besok mulai sibuk lagi ya?" Sakura menatap Kushina, dengan berkaca-kaca. Kushina hanya tersenyum lalu memeluk Sakura.

"Maaf ya..," gumam Kushina.

"I-iya bibi. Ini juga salahku."

.

.

.

.

Pukul 07.30 pagi di rumah keluar Uzumaki.

Kushina bersiap mengerjakan tugasnya sebagai seorang ibu di rumah dan sebagai ayah saat kesibukannya dimulai. Keluarga Uzumaki memiliki perusahaan yang turun dari orangtuanya yaitu bisnis smartphone terbesar di Konoha.

Sebelumnya perusahaan itu di pegang oleh Minato, yang mengantikan tugas Kushina sebagai pimpinan, namun tugas itu kembali pada Kushina saat Minato meninggal dunia 15 tahun yang lalu ketika Naruto masih usia 5 tahun.

"Ini bagian yang paling aku benci. Ibu sibuk lagi, mengesalkan sekali!" Naruto mengomel sendiri sambil duduk di ayunan yang terletak di halaman belakang rumah.

"Dasar manja, kalau bibi tidak kerja nanti kau makan apa dasar bodoh."

"..."

Sakura menghela nafas berat karena Naruto melamun seperti anak yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya. Sakura mendekat sampai tepat dihadapan Naruto.

"Angkat kepalamu Naruto! Kau itu pria dan juga seumuran denganku, tapi sikapmu tetap seperti anak kecil. Kasihan bibi pasti sedih karena sifatmu ini!"

"Hah? Sedih? Ibuku sedih apa maksudmu, Sakura?"

"Coba kau pikir sendiri!"

"Mmmm.... Entahlah aku jadi bingung. Sakura nanti malam kita ke kedai ya!"

"Ya ampun aku lupa."

"Hehe..."

"Maaf ya Naruto."

"Santai saja hehe.." Naruto tersenyum lebar terlihat senang.

"Kau ini selalu ceria terus dasar kekanak-kanakan," gumam Sakura.

'Kapan dia akan dewasa.'

Naruto berdiri di ayunan, kedua tangan mengengam tali tambang. Sakura hanya bisa tersenyum dan memperhatikan pria pirang itu sangat bahagia dengan apa yang ia lakukan.

"Ayuuun teruuusssss!"

"Dasar bocah."

"Guk! Guk! Guk!"

"Kurama! Lihat aku cepat kan!" ucap Naruto sembari terus mengayun semakin cepat seakan angin kencang menerpa tubuhnya.

.

.

.

.

"Jadi begitu ya?"

Kushina mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan telunjuk. Dia melihat sebingkai foto yang ada di meja. Senyum yang teramat manis itu menunjukkan sebuah kebahagian.

Tekh.

Tekh.

Tekh.

Tekh.

"Jadi tuan muda Uchiha, datang karena Sakura? Selain kerja sama?"

"Hn."

"Nyonya Uzumaki."

"Iya?"

Sasuke datang ke kantor Kushina dengan maksud kerja sama dan berniat mengenal Sakura, lebih dekat. Kushina bertanya 'apa alasan dan tujuan Sasuke?' Sasuke dengan santai menjawab bahwa dia tertarik dengan Sakura. Kushina kelihatan kurang suka dengan ucapan Sasuke yang begitu santai. Kushina tipe wanita yang pintar menilai karakter seseorang. Memang kedua orangtua Sasuke, adalah teman baik Kushina namun ia harus bijak juga memutuskan sesuatu apalagi itu mengenai Sakura yang sudah Kushina anggap sebagai bagian keluarga Uzumaki.

"Sepertinya aku harus menolak permintaanmu, aku berniat menjodohkan putraku dengan Sakura. Yah jadi kesimpulannya kau pasti tau." Kushina tersenyum ketika menyentuh foto dengan jari telunjuk lentiknya.

"Putra anda Naruto Uzumaki? Aku dengar dia itu sedikit-."

"Aku tau maksudmu dan jangan bicara lebih lanjut atau aku akan menendangmu dari kantorku!"

"Hn!"

Kushina bersandar ditempat duduknya, ia melihat keatas dan perlahan menutup mata. Sasuke keluar dari ruangan Kushina dengan perasaan kesal karena kata-kata Kushina itu seperti merendahkan harga dirinya, pria yang memiliki harga diri tinggi ini sangat sensitif juga sikap angkuhnya itu seperti kebanggaan tersendiri ditambah apapun yang dia inginkan harus ada digenggaman tangan dengan cara apapun ia meraihnya dalam kamus Sasuke, halal dan haram itu sesuatu yang tidak penting.

Flash back.

Gadis remaja SMA kini sedang menatap datar kepada remaja bersurai pirang yang kini sedang berlutut sembari memberi secarik amplop dan setangkai bunga mawar merah.

Di kelas yang sepi saat sore hari jam piket sudah gadis remaja itu selesaikan, namun saat ia ingin pulang suatu kejadian yang memalukan harus ia alami.

"Kalau kau menerima surat cinta, nanti aku akan jadi suamimu dimasa depan. Kalau kau pilih mawar merah nanti kita akan menjadi legenda cinta sejati mengalahkan Romeo dan Juliet!"

"Cih, aku menolak pemberianmu! Dasar playboy kampung! Norak! Hus! Pergi sana!"

"Galak tapi semakin cantik. Kushina yang kucinta selalu seperti ini."

"Mau kutendang ya!"

"Jangan cuma ditendang, kau hancurkanpun aku pas-."

Dakh!

Gadis remaja yang dipanggil Kushina itu tanpa segan-segan menendang wajah remaja pirang itu, sampai remaja pirang itu tersungkur kebelakang.

"Mampus kau Minato!"

"Celana dalammu warna putih ya hari ini Kushina?."

"Dasar orang mesum! Akan kuinjak kau sampai mati!"

"Huaaa!"

Dak!

Dak!

Dak!

Dak!

.

.

.

.

"Kushina sayang! Aku lulus lihat ini!"

"Huaaah! Jangan panggil aku sayang! Kau menyebalkan pergi sanaaa!"

Tap.

Tap.

Tap.

Tap.

"Dia lari?" gumam Minato lalui ia mengejar Kushina melewati murid SMA yang ada di lapangan sekolah.

Saat SMA sampai kuliah. Minato tidak pernah berhenti menggoda Kushina dengan sejuta rayuan dan tindakan ekstrim seperti menulis kata, 'I LOVE YOU Kushina' di papan tulis, memberi mawar merah juga banyak cokelat di hari Valentine. Kushina yang awalnya membenci tindakan Minato, dengan berjalannya waktu yang mereka lewati berdua pada akhirnya Kushina sadar bahwa ia perlahan mulai menyukai Minato sampai ada perasaan cinta yang ia rasakan terhadap perayu sejatinya itu.

"Kushina, kau pilih boneka Beruang pink atau cokelat di hari Valentine ke- 4 kita?"

"Aku pilih boneka Beruang." Kushina memanyunan bibir, semburat merah dipipinya menunjukkan bahwa ia sedang menunggu sesuatu dari Minato.

"Boneka? Kalau boneka berarti dapat bonus!"

"Bo-bonus?"

Minato meminta agar Kushina memegang boneka dan cokelat. Minato beranjak dari bangku taman dan berlutut dengan polosnya ia mengambil kotak kecil berwarna merah di saku kemeja hitam dari balik jas jaket berwarna putih.

"Ini bonusnya! Kau pasti terkejut! Lihat-lihat ada namamu dan aku, di cincin ini. Yang ini namamu untukku dan yang namaku untukmu. Sini aku pakaikan."

"Noraaaaaak!"

Dak.

Dak.

"Kau norak Minato!"

Kushina pergi meninggalkan Minato yang sedang melihat boneka dan cokelat yang ia berikan kini jatuh di lantai marmer taman. Minato bergegas berlari mengejar Kushina.

Tangan tergenggam erat, Minato menuntun agar Kushina berbalik. Kushina hanya bisa membulatkan mata ketika Minato yang ia kenal kini memeluknya dan berbisik,

'aku sangat mencintaimu beri aku kesempatan untuk bersamamu selamanya.

Aku berjanji akan disisi selamanya.... Apa aku harus mati dihadapanmu agar kau mencintaiku, Kushina?'

"Dasar bodoh! Kau bicara ngawur! Kalau kau mati siapa yang akan memberiku cokelat di hari Valentine!"

Minato hanya tersenyum lebar dengan ekspresi bahagia. Kushina memalingkan wajah karena kelepasan bicara. Minato mengandeng Kushina, mereka berdua bergandengan tangan saat menyusuri taman dengan jutaan bintang menghiasi langit malam.

"Waktu begitu cepat ya, Kushina? Kita tanpa sadar sudah dewasa, kau juga semakin hari semakin cantik."

"Cih, mulai!"

"I Love You my Darling."

"A-apa kau bilang?"

"Aku bilang-."

Cup..

Minato mengecup dahi Kushina, lalu Minato tersenyum. Kushina tanpa sadar ikut tersenyum, dan sadar bahwa dia sangat bodoh membuat Minato

terus-menerus mengejarnya.

"Dasar norak."

"Kushina kau menangis!"

"Hah?" Kushina menyekat airmata yang membasahi pipinya.

"I-ini kelilipan dasar bodoh!"

"Hehe... Kelilipan ya?" Minato memeluk Kushina yang perlahan membalas pelukan Minato.

"Maaf ya..."

"Sudah kumaafkan dari dulu, sudah berhenti menangis, kau lebih cocok marah-marah darling."

"Hiks.."

"Cups... Cupss..," ucap Minato sembari membelai surai merah Kushina.

Flash back end.

Kushina membuka mata dan tersadar bahwa yang ia alami hanyalah masalalu yang tidak pernah terlupakan. Airmata terus berlinang ia tetap berusaha tenang karena sebuah ucapan yang sangat jelas terdengar walaupun sudah sangat lama. 'Kau lebih cocok marah-marah.'

"Hiks, dasar menyebalkan aku tidak pemarah lagi. Minato, aku merindukanmu, kau bilang akan disisiku selamanya..."

.

.

.

.

Naruto sangat senang ketika Sakura menerima tawarannya makam malam di kedai ramen. Sakura sampai geleng kepala karena Naruto menyantap ramen sangat lahap dan tambah hingga 5 mangkuk.

"Sakura kau cuma semangkuk?"

"Aku sudah kenyang, ini juga tidak habis. Ayo kita pulang Naruto? Bibi sebentar lagi pulang."

"Mm.., sudah jam 10 malam cepat sekali padahal jalan-jalan terus ke kedai."

"Ayo cepat nanti kita di marahi bibi, aku janji tidak pulang larut lagi!"

"Iya-iya tapi aku bayar dulu. Paman ini uangnya aku taruh disini!"

"Makasih Naruto, besok datang lagi ya!"

"Iya paman, besok lagi!"

Naruto dan Sakura keluar dari kedai, mereka bedua hanya diam sambil berjalan menuju arah pulang. Naruto garuk kepala setiap ingin bicara ia urunkan entah apa penyebabnya. Sakura melirik Naruto yang terus saja garuk kepala.

"Kau tidak keramas ya?"

"Heh?!"

Naruto menjelaskan buka karena tidak keramas, ia garuk kepala tapi dia gugup. Sakura tersenyum sembari mengacak-acak surai pirang Naruto.

"Ternyata kau tinggi juga ya Naruto?"

"Mmm, benarkan?"

Mereka berdua mengobrol sebuah lelucon saat menuju halte bis. Naruto tertawa terbahak ketika Sakura menceritakan saat ia sedang liburan musim panas sebelum tinggal bersama keluarga Uzumaki. Naruto tersenyum lebar dan tiba-tiba mengenggam tangan Sakura.

"Hehe.."

"Naruto ka-kau kenapa cepat lepas gandenganmu!"

"Sebentar saja jangan pelit begitu, Sakura."

"Dasar bodoh banyak yang melihat kearah kita!"

"Abaikan saja, kitakan tidak kenal mereka."

"Dasar bodoh, kau ini tidak paham maksudku."

Saat di dalam bis. Naruto tertidur pulas bersandar di pundak Sakura. Sakura hanya diam, perlahan ia mengangkat tangan membelai surai pirang Naruto.

"Kau ini manja sekali.."

Sakura membangunkan Naruto yang masih mengantuk, Naruto mengikuti Sakura turun dari bis. Naruto bersandar lagi di pundak Sakura namun Naruto tetap melangkah perlahan.

"Aku ngantuk sekali, kenyang membuatku ngantuk Sakura," gumam Naruto.

"Na, Naruto, kau berat cepat bangun bodoh!"

"Sakura wangi sekali."

Deg.

"Bo-bodoh! Kau bicara ngawur!"

"Sakura!"

"Ah, iya!"

Mereka berdua saling memandang dengan jarak yang teramat dekat, Naruto memeluk Sakura dengan polosnya, Naruto tertidur saat memeluk Sakura.

"Dia tidur?"

"Nyamaan.."

"Bodoh.."

Mobil jenis BMW hitam berhenti tidak jauh dari tempat mereka berdua. Sakura tersenyum ketika melihat seseorang yang keluar dari mobil itu.

"Bibi, tolong aku. Naruto be-berat!"

"Haha.. Lucu sekali, aku lihat semuanya."

"Ma-maksud bibi?"

"Ayo aku bantu bawa si manja ke mobil."

"I-iya..," balas Sakura, yang masih tidak mengerti maksud Kushina.

Sesampainya Kushina, Sakura yang membawa Naruto pulang. Kushina dan Sakura merebahkan Naruto ke ranjang.

"Berat juga ternyata anak kesayanganku yang manja ini."

"Bibi, apa aku boleh bicara sesuatu? Tapi jangan tersinggung ya?"

"Tersinggung? Memangnya Sakura mau bicara apa?"

"Bibi terlalu memanjakan Naruto makanya dia seperti ini. Bukan maksudku menyalahkan, tapi lebih baik bibi sedikit lebih tegas pada Naruto."

"Mm.., aku tau itu. Dan ini sudah jadi keputusanku."

"Maksud bibi?"

"Karena dia hadiah terakhir Minato untukku.."

"Hadiah terakhir untukku? Dari paman Minato?"

"Huaamm... Aku lelah sekali, ayo kita tidur, Sakura."

"Bibi tidak apa-apakan?"

"Maksudmu?"

"I-itu bibi menangis?"

"Oh, ini mungkin kelilipan."

"Ke-kelilipan?" gumam Sakura, yang sebenarnya tahu bahwa Kushina mencoba berbohong.

.

.

.

.

Ke'esokan paginya.

"Kebakaran!"

"Huaaa! Bagaimana ini!"

Naruto dan Sakura panik ketika memasak nasi goreng, mereka berdua entah berbuat apa sampai-sampai membuat kehebohan di dapur, dengan niat ingin membuat sarapan pagi malah menjadi kepulan asap tebal.

"Uhuk.. Uhuk.. Sesak uhuk..."

"Ibu tolong! Sakura sesak nafas!"

"Astaga! Kalian berdua ceroboh sekali!

Kushina mengomel tidak karuan ketika menghampiri Naruto dan Sakura sedang memadamkan api di dapur.

"Dasar bodoh! Untung tidak meledak! Cuma pengorengan yang hangus! Dan kau Sakura, kau belum bisa masak juga!"

"Maaf bibi, Aku butuh bimbingan!"

"Aku kira Sakura bisa masak?"

"Stt, diam!" ucap Sakura ketus ke Naruto.

Mereka bertiga sarapan dengan roti lapis dan segelas susu. Naruto telihat lemas tidak semangat dengan sarapan paginya.

"Roti, susu. Sarapan yang menyebalkan," gumam Naruto.

"Sudah makan saja!" ucap Kushina.

"Sakura ini salahmu."

"I-iya maaf," balas Sakura ke Naruto.

Di luar rumah, Kurama mendengus kesal karena di mangkuk  makanannya terdapat nasi goreng yang hangus. Tadi Kushina sengaja meletakannya dengan ekspresi kejam untuk Kurama.

"Sakura, kau lebih suka cokelat atau boneka?"

"Ah? Kenapa kau tanya hal aneh Naruto?"

Kushina yang sedang bersiap-siap untuk ke kantor, ia tidak segaja mendengar ucapan Naruto seperti tidak begitu asing bagi Kushina walaupun sedikit berbeda.

'Jangan-jangan?'

Kushina melihat layar smartphone miliknya. Dan senyumpun terlukis di paras cantiknya.

"Minato sepertinya putra kita meniru kebiasaan bodohmu."

.

.

.

.

Tidak seperti biasanya Naruto memberi hadiah Valentine untuk Sakura. Di rumah yang hanya ada mereka berdua di malam Valentine. Sakura sangat senang dengan hadiah yang Naruto berikan padanya.

"Naruto, kau tidak biasanya memberiku ini semua, cokelatnya kelihatan enak."

"Ini juga Sakura, lihat ini boneka beruang pink!"

"Ya ampun besarnya!"

"Hehe..."

Naruto dan Sakura menghabiskan waktu dengan canda dan tawa, Naruto sering sekali garuk kepala disusul semburat merah di pipi.

Di ruangan utama mereka berdua sering menghabiskan waktu sambil menonton film dan bermain game di smartphone milik mereka.

"Naruto, aku mulai besok akan cari kerja lagi."

"Hah! Kerja? Sakura kau tidak perlu kerja lebih baik kita di rumah saja. Ibu juga sering bilang begitu padamu kan?"

"Iya sih, tapi aku tidak enak hati karena seperti jadi beban."

"Mm.., beban? Aku dan Ibu tidak pernah berpikir kalau kau jadi beban. Sakura, yang baik tidak membebani siapapun apalagi aku dan Ibu."

"Kau ini pintar bicara walaupun tidak peka."

"Maksudnya?"

"Lupakan," sahut Sakura.

"Sakura!"

"Iya ada apa Naruto?"

"Malam ini kau cantik sekali hehe.."

'Dia bilang apa barusan?'

Sakura menekan dahi Naruto dengan telapak tangan. Naruto tersenyum lebar karena senang, Naruto memanglah selalu bersikap aneh dan tidak pernah serius namun kali ini dia mulai mengenal apa itu perasaan menyukai seseorang walaupun belum sepenuhnya ia mengerti.

"Dasar bocah!"

"Aa, aku sudah besar bukan bocah lagi," gumam Naruto.

'Aku terkejut dengan ucapanmu tadi Naruto, kau bicara seperti itu seperti mimpi saja.'

"Sakura kau menekan terlalu keras!"

"Ehh!, maaf.."

.

.

.

.

Seperti biasa sebelum pulang dari pekerjaannya di kantor. Kushina selalu membeli cokelat dan boneka beruang kecil berwarna pink setiap malam Valentine.

"Aku pilih cokelat kali ini." Kushina tersenyum kearah bingkai foto yang terletak diatas mejanya. Dia mengigit dan mengunyah cokelat sembari menutup mata.

'Aku berharap dapat bonus.'

Saat menuju arah pulang mengendarai mobil, Kushina terus melirik kearah boneka Beruang miliknya yang ia taruh di tempat duduk di sebelahnya.

"Diam dan jangan bergerak sedikitpun atau aku tendang kau sampai keluar mobil!" gumam Kushina sembari tertawa kecil.

'Kau harus tetap fokus, Darling.'

Kushina tersenyum ketika mengingat sesuatu, setiap ia menyetir mobil selalu ada kata-kata seseorang yang ia cinta seakan berbisik untuk mengingatkannya.

"Aku paham, bodoh."

Sesampainya Kushina di rumah, ia melihat Sakura masih berusaha tetap terjaga saat menonton televisi. Sementara Naruto tertidur pulas bersandar di pundak Sakura.

"Hampir mirip tapi sedikit aneh."

Kushina teringat saat ia bersandar di pundak Minato yang selalu terjaga menunggu Kushina setiap tertidur menonton film di rumah maupun bioskop. Saat Sakura ikut tertidur pulas bersandar ke kepala Naruto. Kushina mengambil selimut dan menyelimuti kedua berlian kesayangannya itu dengan lembut.

Ketika di kamar Kushina merebahkan diri dan melucuti High Heels hitam yang ia pakai. Kushina terbaring sembari menatap langit kamar saat ruangan kamar itu masih gelap Kushina segaja tidak menyalakan lampu karena dengan cara itulah ia bisa merasa tenang hingga sang surya menyinari kamarnya.

Musim gugur telah tiba semua pohon maple terlihat sangat indah di taman saat daun maple berwarna kemerahan melambai tertiup sepoi angin. Naruto dan Sakura yang bisa dibilang dewasa itu, kini sedang bercanda ketika berjalan bersama. Kushina yang berada dibelakang mereka berdua, Kushina hanya tersenyum dan geleng kepala dengan tingkah Naruto dan Sakura.

"Inikan bukan musim semi, kenapa malah piknik?" gumam Naruto.

"Benar juga? Bibi kenapa kita piknik di musim gugur kelihatan aneh jadinya," ucap Sakura.

"Mmm..,  aneh ya? Bibi hanya ingin melanjutkan kebiasaan seseorang yang bodoh."

"Hah?!" sahut Naruto dan Sakura bersamaan.

'Piknik di musim gugur adalah yang terbaik coba kau lihat daun maple yang merah itu sangat indah, semerah cintaku padamu,' gumam batin Kushina mengingat ucapan Minato untuknya.

'Kata-katamu sangat indah... Tapi kau lupa Minato, kalau roti yang kubawa jadi kotor karena daun kering tersapu angin,' gumam batin Kushina.

"Arrkkkhhh, anginya kencang rotiku kotor!" protes Naruto karena angin tiba-tiba datang menerpa.

"Bibi semuanya jadi kotor."

"Haha... Pikniknya kacau!"

"Ibu kenapa malah senang!"

'Bibi, aku mengerti sekarang kenapa kau ingin piknik,' gumam batin Sakura.

.

.

.

.

"Sakura, apa kau mau menolong bibimu ini?"

"Maksud bibi?"

"Tolong tetaplah didekat, Naruto."

"Didekat Naruto?" gumam Sakura lalu ia melihat kearah Naruto yang sedang pergi untuk membeli sesuatu menuju keluar taman.

"Apa kau tidak mau mempertimbangkan permintaan bibi waktu itu?"

"Ta-tapi bibi tau sendiri kalau Naruto itu masih kekanak-kanakan, lagipula aku ha-hanya menganggap Naruto seperti adikku sendiri."

"Apa kau berkata jujur? Coba lihat bibi."

"Iya..," balas Sakura sembari melihat Kushina.

"Kau sangat mirip denganku. Memang lisan berkata tidak, tapi hati bekata iya. Bibi hanya ingin berpesan sedikit padamu Sakura, jika kau mengulur waktu maka akan ada rasa penyesalan walaupun sedikit, tapi akan terus dalam ingatanmu."

Sakura tertunduk sembari menutup mata. Dalam batin ia bertanya apa yang terbaik untuknya dan apakah perasaannya hanya sekedar suka atau cinta?

.

.

.

.

2 tahun kemudian.

Naruto yang dulunya selalu

kekanan-kanan, ia mulai berpikir harus berubah lebih dewasa diusiannya yang menginjak 22 tahun. Kushina senang saat Naruto mengambil keputusan untuk lebih dewasa, Sakura terkejut ketika mendengar Naruto sampai berpikir sejauh itu. Menjadi dewasa diawali dari bawah. Naruto bekerja di kafe sebagai pelayang kafe yang tidak jauh dari rumahnya. Sakura sempat cemas namun berbeda dengan Kushina yang terlihat tenang walaupun ia selalu memanjakan Naruto, namun kali ini mungkin Naruto telah menemukan jalannya sendiri.

"Bibi, apa kau tidak cemas, Naruto bekerja terlalu keras?"

"Aku sangat cemas sebagai seorang ibu. Dan aku sangat bangga ketika di posisi sebagai ayah karena putraku memiliki tujuan."

"Tujuan apa?"

"Masa depan."

Kushina memang sempat kecewa karena Naruto tidak ingin mengantikan kushina di perusahaan dengan alasan pasti Naruto bekata, 'bu, aku tidak mengerti tentang bisnis smartphone milik keluarga kita, mungkin kalau aku mulai dulu dari bawah mencari pengalaman pasti nanti akan mengerti.'

Semua perubahan Naruto berawal saat Naruto ingin menjadi suami Sakura. Kushina tersenyum mendengar ucapan Naruto. Kushina bertanya, 'sebagai suami itu cukup berat kau harus bisa menjadi ujung tombak di keluargamu. Jika kau seperti ini apa kau bisa jadi ujung tombak yang akan melindungi keluarga?

Naruto awalnya tidak mengerti namun ia terus belajar mencari tahu maksud dari ibunya. Saat Naruto mengerti maksud dari ibunya, Naruto pun sadar dengan kekurangannya sendiri yaitu terlalu kekanak-kanakan dan tidak pernah serius dalam semua bidang.

"Lelahnyaaa..."

"Kau itu bukan robot, Naruto. Kau kerja dari pagi sampai tengah malam. Lihat wajahmu sampai pucat!"

"Hehe... Aku harus semangat jika nanti aku ingin jadi ujung tombak."

"Ujung tombak?" gumam Sakura.

Brukh.

Naruto merebahkan diri, menyamankan kepala di pangkuan Sakura. Sakura hanya diam sembari mengonta-nganti channel televisi.

"Sakura, apa aku boleh mengatakan sesuatu?"

"Boleh memangnya apa?"

"Apa aku boleh mencintaimu."

"Apa?!"

Naruto hanya terkekeh geli ketika melihat ekspresi tekejut Sakura. Sakura mengembukan pipi karena merasa dipermainkan.

"Kau keterlaluan bercandanya bodoh. Itu tadi kelewatan kalau hanya candaan."

"Nyamaan, jadi ngantuk"

"Kau pasti lelah ya, tidurlah."

"Padahal aku sudah mandi, tapi kenapa masih pegal ya?" gumam Naruto.

"Dasar bodoh jelas pegal, kau kerja seperti robot."

"Mmmh, aku tidur dulu ya Sakura?"

"Selamat malam mimpi indah Naruto."

"Hoaaaammm! Malam, Sakura."

Tanpa Naruto dan Sakura sadari kini Kushina sedang mengintip kedekatan mereka berdua, Kushina yang terbangun dari tidurnya ia berhenti melangkah menuju dapur dan berniat mengintip perkembangan kedekatan Naruto dan Sakura.

"Aku sampai iri gara-gara mereka berdua," gumam Kushina.

3 tahun kemudian.

Naruto yang dulunya hanya pria kenakan-kanakan kini telah mengantikan posisi Kushina sebagai pimpinan perusahan smartphone terbesar di Konoha. Selama 5 tahun Naruto belajar dari pengalamannya bekerja dari bawah sampai ia siap mengantikan ibunya mempimpin perusahaan.

Kushina sangat senang dengan perubahan Naruto dalam 5 tahun namun ada duka, saat Kushina kini sedang sakit karena penyakit 'Bronkitis' awalnya hanya batuk biasa yang Kushina alami namun batuk itu mengelurkan darah dan ada masalah di bagian paru-paru-paru Kushina, karena penimbunan cairan di paru-paru dan infeksi.

Naruto memang telah benar-benar dewasa, tapi disaat ia dewasa, Naruto harus menerima kenyataan pahit jika suatu hari ibu yang selalu memanjakannya harus pergi untuk selamannya.

"Ibu, hari ini aku menyelesaikan semua dengan baik."

Kushina membelai surai pirang milik Naruto. Kushina hanya tersenyum tidak ingin melepas tatapan matanya kepada putra kesayangannya itu. Sakura hanya diam membisu menahan isakannya karena sampai sekarang ia belum percaya dengan apa yang Sakura lihat. Kushina meminta agar Naruto keluar dari ruangan rawat Kushina. Naruto berdiri sembari bersandar di pintu, ia hanya bisa menangis tanpa ada suara sedikitpun.

"Aku janji akan menjaga Naruto, untuk bibi. Bibi, tolong cepatlah sembuh kita akan berkumpul bersama. Oh'iya bibi, aku sekarang lumayan bisa memasak." Sakura mengenggam tangan Kushina dengan kedua tangannya.

"Sakura tolong jaga Naruto, seperti biasa, maaf kalau bibi selalu merepotkanmu."

"Ti-tidak. Aku tidak merasa kerepotan, aku senang bersama bibi dan Naruto."

"Aku senang mendengarnya. Seminggu lagi kalian akan menikah, aku tidak sabar untuk melihatmu memakai gaun penganti. Aku tadi sampai memambayangkan Naruto terlihat bahag-. Uhuk."

"Bibi! Kau baik sajakan! Naruto cepat masuk!"

Dak!

Naruto masuk kedalam dan tanpa sadar membuka pintu dengan kasar. Naruto dan Sakura sangat panik karena Kushina terus terbatuk sampai mengeluarkan darah.

Kondisi Kushina membaik dalam seminggu namun setelah itu kembali kritis setelah acara pernikahan Naruto dan Sakura. Tuhan berkehendak lain untuk Kushina, ibu yang paling baik sedunia menurut Naruto pribadi. Sakura juga beranggapan sama dengan Naruto.

Kushina berperan penting terhadap Naruto dan Sakura. Kushina memilih yang terbaik untuk mempersatukan mereka bukan karena keegoisan-keinginan Kushina saja namun tidak bisa dipungkiri mereka sangat dekat dan sering menghabiskan waktu besama.

Kata-kata terakhir Kushina yang ditujukan untuk Sakura. 'Tolong jaga Naruto untukku ya, Sakura.'

1 tahun kemudia setelah Kushina meninggal dunia. Naruto dan Sakura dikarunia seorang putra bernama Shinachiku Uzumaki anak laki-laki bersurai pirang dengan warna mata hijau emerald mirip seperti Sakura. Dan beberapa bagian nama putra mereka diambil dari nama 'Kushina.'

Naruto dan Sakura sadar begitu repot dan melelahkan menjadi sosok orangtua walaupun mereka berdua membesarkan putra mereka bersama. Naruto terkadang melamun dan membayangkan sosok Kushina seorang ibu yang merawat putranya seorang diri.

.

.

.

.

Gadis kecil bersurai merah tak henti-hentinya menatap mata biru langit milik bocah bersurai pirang yang berdiri dihadapannya.

"Namamu siapa? Sepertinya aku tidak asing denganmu?"

"Aku Minato Namikaze salam kenal ya. Tidak asing?"

"Minato, nama yang bagus. Lupakan saja itu cuma perasaanku. Ayo jabat tangan!"

"Ak-iyaa.."

"Aku Kushina Uzumaki, ayo kita main ke taman!"

Bocah dan gadis kecil itu saling berjabat tangan untuk berkenalan. Mereka bertemu di bawah pohon sakura di yang sedang berguguran, gadis kecil itu mengandeng bocah pirang itu untuk ke taman yang tidak jauh dari tempat mereka berdua.

THE END.

Maaf kalau gaje ya. Bukannya NaruSaku malah rasa MinaKushi. Senpai awalnya mau buat NaruSaku full, tapi gak tau kenapa pas nulis jadi pengen buat sosok seorang ibu itu seperti apa? Walaupun gak jelas dan akhirnya ngeselin, tapi Senpai dapet cukup ada pencerahan saat nulis Senpai senyum, karena kita baru sadar klo gada sosok orangtua yang besarin kita kyk apa ya? Apalagi kalau cuma seorang Ibu. Intinya kita harus manfaatin waktu buat orangtua soalnya kyk ff ini cepet bagaikan waktu kita bersama orangtua kita loh.. Bener gak?

You May Also Like

Greentea Latte

VOL 3. {Greentea Latte Destiny (21+)} = Bab 215 Badboy dingin yang memiliki penyesalan besar kini telah menjelma menjadi pria tampan dan mapan di usianya yang tergolong muda, yaitu 22 tahun. Di usia tersebut, dia telah menyelesaikan S1 di Oxford dan menjadi CEO dari perusahaan Fedrick Company, perusahaan yang bergerak di bidang kuliner paling besar se-Asia Tenggara. Sayangnya, di usia yang tergolong cukup muda itu, dia sudah menjadi duda sehingga dia mati rasa terhadap wanita. Afka menjalani hidupnya dengan monoton, tanpa cinta dan kasih sayang. Hanya ada kebencian yang besar dalam hatinya kepada seseorang. Hingga suatu hari, dia bertemu dengan seorang gadis cantik yang sangat mirip dengan mantan istrinya. Sialnya, Afka mengenal dengan baik gadis itu. VOL 1,2. {Greentea Latte (18+)} = Bab 1-214 Afka Fedrick, seorang badboy tampan ala novel yang memiliki sifat yang dingin. Dia memiliki penyesalan terbesar dalam hidupnya. Penyesalan yang berhasil membuat hidup cinta pertamanya hancur berantakan. Ghirel Sananta, seorang gadis yang tertatih selama hidupnya. Tak ada kebahagiaan dalam kamus Ghirel sampai Afka hadir dalam hidupnya. Sayangnya, kebahagiaan itu hanya sesaat. Afka kembali menurunkan hujan padanya. Hujan badai yang membuatnya hancur berkeping-keping. Afka adalah penyebab kehancurannya. Afka adalah sosok yang bertanggung jawab atas rasa sakitnya. bagaimana kelanjutan kisah cinta sepahit Greentea yang terjalin diantara lembutnya Latte tersebut? by Depaaac_

Depaaac_ · Teen
5.0
369 Chs

LUDUS & PRAGMA

WARNING! VOL. 2 & 3 = MATURE CONTENT 18+! (Harap bijak untuk memilih bacaan dan menyikapi bacaan yang ada^^) Vol. 1 : The Meeting of Ludus And Pragma *Chapter Prolog - Chapter 145 Vol. 2 : The Secret of Destiny *Chapter 146 (1) - Chapter 285 (140) Vol. 3 : Ending "Reduce To Tears" *Chapter : 286 (1) - 368 (82) Ludus bukan nama seseorang, melainkan sebuah sifat dalam psikologi bagaimana manusia menjiwai dan bermain dalam sebuah hubungan percintaan. Mania, sedikit posesif dengan penuh bumbu romance yang dilebih-lebihkan. Orang-orang ludus akan mementingkan sebuah kesenangan juga penaklukan saat dirinya 'bermian' dengan lawan mainnya dalam sebuah hubungan. Bagi orang-orang ludus, percintaan adalah sebuah permainan kejar dan mengejar. Jika 'orang ludus' lelah, maka bosan adalah kata yang menjadi alasan untuk meninggalkan pasangannya. Lalu, Pragma. Sama seperti Ludus, pragma bukanlah nama orang meskipun kata itu sangat indah untuk diucapkan. Pragma adalah si dia yang kaku dalam mencinta. Hanya menginginkan sebuah hubungan yang realistis untuk dirinya dan masa depannya. Orang-orang pragma cendurung memilih menyeleksi pasangannya dengan baik. Ia tak suka bermain 'kejar mengejar' seperti yang Ludus lakukan. Sebab bagi pragma, cinta adalah sebuah hubungan yang harus realistis tanpa adanya bumbu romance yang berlebihan serta untuk pragma, pasangan yang menunjang masa depan adalah pasangan yang ia butuhkan. Lalu, bagaimana jika 'orang pragma' mencintai 'orang ludus' ? Jawabannya adalah ... sebuah hubungan yang penuh teka-teki dan keunikan, dan di sinilah kalian akan menemukan hubungan seperti itu. Sebuah cerita yang mengisahkan gadis pragma yang mencintai pria brengsek berwatak ludus. Cover by : @jc_graphicc

Lefkiilavanta · Teen
4.9
368 Chs
Table of Contents
Volume 1

ratings

  • Overall Rate
  • Writing Quality
  • Updating Stability
  • Story Development
  • Character Design
  • world background
Reviews
WoW! You would be the first reviewer if you leave your reviews right now!

SUPPORT