2 Episode 2

Di gedung kantor yang besar dan menjulang tinggi, tepatnya di ruang sekretaris. Dua wanita sedang duduk saling berhadapan. Mereka sepertinya sedang berbicara serius mengenai hal pekerjaan. Wanita yang duduk di kursi kebesarannya memandang wanita di depannya dengan sangat serius.

"Kau yakin dengan jabatan mu ini? Bahkan kau saja baru dua hari bekerja di sini dan kau belum mengenal bos itu?" tanya Windi sang sekretaris.

"Tentu saja. Aku sangat yakin" jawab Tiara dengan manatap.

Windi sepertinya sedang memikirkan suatu hal yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.

"Memangnya kenapa? Mengapa kau meragukan ku?" sekarang Tiara lah yang balik bertanya.

Sambil tersenyum Windi berkata, "Bukan begitu. Aku sudah bekerja di sini selama dua tahun. Aku yakin sekali bos tidak mungkin secepat itu mengangkat seorang karyawan biasa langsung menjadi asistennya".

Tiara tersenyum pada sahabatnya itu. Ia paham Windi akan sangat menghawatirkannya. Mereka berdua adalah teman satu kuliah.

Nasib Windi lebih beruntung daripada Tiara. Begitu lulus kuliah, Windi langsung mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar. Sedangkan Tiara, ia harus luntang-lantung mencari pekerjaan. Setiap melamar di perusahaan, pasti perusahaan tersebut menolaknya mentah-mentah tanpa ia ketahui kekurangan dirinya apa.

"Ya aku juga merasa aneh, tapi aku sangat senang bisa langsung diangkat menjadi asisten" kata Tiara.

"Aku mengerti kau sangat senang. Tapi kau tidak tahu bos kita seperti apa" kata Windi.

"Memangnya seperti apa?" tanya Tiara.

"Dia itu pria yang..."

"Permisi, apakah Anda memanggil saya?" seorang pria datang secara tiba-tiba.

"Bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu?" tanya Windi.

"Maaf Bu, saya tidak bermaksud untuk bersikap tidak sopan" pria itu menundukkan kepala.

Tiara hanya diam memperhatikan sikap tegas Windi. Mungkin karena jabatannya yang tinggi, Windi pun secara tidak langsung dituntut untuk bersikap tegas pada bawahan.

"Aku memanggilmu ke sini untuk mengantarkan Tiara, asisten baru di sini ke ruangannya" kata Windi.

Pria itu mengangguk sopan.

"Tiara, dia akan mengantarkan mu ke ruang kerjamu" kata Windi sambil menatap Tiara.

"Baiklah. Aku pergi dulu" kata Tiara dan langsung berdiri.

* * * *

Tiara sudah sampai ke ruang kerjanya. Pria tadi memperkenalkan semua fasilitas ruang kerja Tiara dengan sangat sabar. Perlahan Tiara mulai merasa kenal dengan ruangan yang besar itu. Ruang kerja Tiara sangatlah mewah. Selain ada kursi dan meja kerja, di sudut ruangan itu juga ada tiga sofa mewah yang saling berhadapan dan satu meja kaca sebening kristal di tengahnya.

"Benarkah ini ruangan untuk sekretaris?" tanya Tiara tidak percaya.

"Tentu saja benar. Tapi ini belum seberapa di bandingkan dengan ruangan sang pemilik perusahaan" jawab pria yang dari tadi menemani Tiara.

"Benarkah? Pasti ruangannya seperti syurga" kata Tiara menanggapi.

"Hahaha syurga itu lebih indah dari tempat di dunia manapun Nona" kata pria itu.

"Oh ya, siapa namamu? Aku rasa kita bisa berteman" kata Tiara.

Pria itu terlihat terkejut, setelah itu ia tersenyum malu dan canggung. Ia menggaruk kepala bagian belakang yang tidak gatal.

"Nona, saya ini hanya karyawan biasa" kata pria itu.

"Memangnya di Indonesia ada perbedaan kasta? Kita ini sama, presiden dan rakyat sekalipun juga sama-sama manusia. Jadi bisakah kita berteman?" tanya Tiara lagi.

"Baiklah, nama saya Doni" jawab pria itu yang ternyata bernama Doni.

"Baiklah Doni, mulai sekarang kita adalah teman" kata Tiara dengan senang.

Ketika mereka sedang asik berbincang-bincang sambil berkenalan, suara ponsel Tiara berdering. Tiara mengambil ponsel dari saku roknya dan ia membaca nama pemanggil.

"Bisakah kau memberi waktu untukku sendirian di ruangan ini?" tanya Tiara dengan sopan pada Doni.

"Tentu saja" jawab Doni.

Setelah Doni pergi, barulah Tiara menjawab panggilan telepon. Cukup mengusap layar ponsel satu kali, sambungan telepon sudah terhubung.

"Halo Ghali" sapa Tiara pada pria di seberang telepon.

"Halo juga Tiara" jawab Ghali dari seberang telepon.

"Kau ada di mana sekarang?" kata Ghali lagi.

"Aku sedang berada di kantor sekarang. Ada apa?" kata Tiara dengan senyum yang mengembang.

"Nanti malam aku ingin mengajakmu kencan. Kau mau kan?" tanya Ghali yang terdengar sangat semangat.

"Tentu saja aku mau. Baiklah setelah aku pulang dari kantor, aku akan segera bersiap-siap" jawab Tiara yang tidak kalah bersemangat.

"Baiklah, aku akan menjemputmu nanti. Sampai jumpa nanti malam" kata Ghali.

"Ok, sampai jumpa juga".

Tiara menutup sambungan telepon. Sekarang hatinya sedang berbunga-bunga. Ghali adalah kekasihnya sekarang. Ghali juga merupakan orang Bali yang merantau ke Jakarta. Ia adalah anak dari seorang pengusaha sukses. Walau bisa saja Tiara melamar kerja di perusahaan ayahnya Ghali, taoi Tiara memilih untuk tidak bergantung pada kebaikan ayahnya Ghali.

Sebagai anak seorang pemilik perusahaan, bukannya memilih menjadi penerus pemilik perusahan, Ghali malah memilih menjadi seorang dosen. Tapi berkat Ghali menjadi dosen itulah Tiara bisa mengenal dosen muda yang tampan itu.

Tiara dan Ghali bertemu ketika Tiara masih berkuliah. Ghali lah yang menjadi dosennya. Setelah saling kenal, lama-kelamaan mereka saling suka satu sama lain. Akhirnya merekapun menjadi pasangan kekasih hingga saat ini.

Ghali adalah pria baik, muda tapi dewasa dan selalu membuat Tiara bahagia. Ia juga adalah satu-satunya yang menjadi orang terdekat Tiara di Jakarta. Ya, Tiara memang tidak memiliki satupun keluarga ataupun kerabat dekat di Jakarta.

Lamunan Tiara terhenti ketika suara ketukan terdengar dari pintu. Tiara mempersilahkan orang itu untuk masuk.

Setelah orang itu masuk, ternyata ia adalah seorang OB (Office Boy). Ia tersenyum dan mengangguk hormat pada asisten baru di perusahaan besar itu.

"Maaf Nona, Anda dipanggil ke ruangan pemilik perusahaan" kata OB itu.

"Apakah ruang CEO?" tanya Tiara.

"Tidak Nona, pemilik perusahaan ini berbeda dengan sang CEO. Ia menyerahkan jabatan CEO pada tangan kanannya" jawab OB itu.

"Apakah pemilik perusahaan ini sudah pulang dari Thailand?" tanya Tiara.

"Sudah Nona, baru saja dia sampai ke Indonesia dan langsung ke kantor. Dia juga ingin bertemu dengan asisten barunya" jawab OB itu.

"Baiklah, tolong antar aku ke ruangan pemilik perusahaan ini" pinta Tiara dengan ramah.

Beberapa lama kemudian, Tiara sudah berada di depan ruangan pemilik perusahaan. Pintu ruangan itu terlihat berbeda dari pintu lainnya. Terlihat lebih istimewa dan lebih indah dan mahal. Di atas pintu itu, ada plat nama 'Atasan tertinggi'.

Sang OB mempersilahkan Tiara untuk segera masuk. Tiara menganggukkan kepala lalu mulai melangkah mendekati pintu dengan perlahan.

Sungguh hatinya sebenarnya sangat gugup. Tentu saja, siapapun pasti akan gugup jika akan berhadapan dengan pemilik perusahaan di mana tempat mereka bekerja.

Tiara mengetuk pintu dengan pasti. Ia melihat ke belakang dan melihat OB itu sudah pergi. Ia kembali menghadap pintu. Sekali lagi ia mengetuk pintu. Kali ini lebih keras dari sebelumnya.

Tak lama kemudian, pintu tersebut terbuka dengan perlahan. Tapi tidak ada satupun orang yang membuka pintu.

"Apakah pintu ini dibuka dengan remote?" gumam Tiara pelan.

Tiara memberanikan diri untuk masuk ke dalam. Begitu ia sudah berada di dalam, ia tidak menemukan seorangpun.

"Permisi?" Tiara berusaha menemukan seseorang.

Tiara sempat berpikir apakah ruangan itu berhantu hingga pintu terbuka sendiri? Mata Tiara menyapu seluruh ruangan. Hingga akhirnya ia melihat sebuah pintu lagi di dalam ruangan itu yang membuatnya penasaran dan bertanya-tanya dalam hati. Ruangan apa itu? Apakah pemilik perusahaan ada di dalam ruangan itu? Apakah dirinya boleh mengetuk pintu itu? Begitulah pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran Tiara. Sampai pada akhirnya pertanyaan itu berhenti ketika melihat pintu mulai terbuka.

Setelah pintu terbuka, terlihat seorang pria muda yang sangat tampan. Bertubuh tinggi, putih, hidung mancung dan rahang yang tegas. Tidak perlu melihat dengan teliti, begitu melihat matanya saja Tiara sudah mengenali pria itu. Tiara terkejut bukan main.

"Hallo Tiara, ternyata kita bertemu lagi" pria itu tersenyum sinis dengan nada bicara seperti mengejek.

"Kairay?"

avataravatar
Next chapter