1 Surat Rahasia

Untuk : Kamu, laki-laki yang mewarnai hariku.

Dari : Aku, pengagum rahasiamu.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kaifa haluk? Semoga kamu dalam keadaan baik. Sebelumnya, maaf kalau surat ini membuatmu merasa terganggu. Aku harap, kau tetap berkenan membaca secuil surat yang sudah lama ditulis namun baru sekarang aku memiliki keberanian untuk mengirimnya.

Maafkan aku karena mungkin ini terlalu mengejutkan. Jujur, setelah sekian lama tidak bertemu rasa rindu ini kian membuncah. Bahkan, pekatnya langit malam takkan membuatku lelah dalam melangitkan doa. Tidak ada harap yang teramat dalam, inginku rindu berujung temu dan mimpi menjadi nyata, bukan sekadar bunga tidur. Entah, mungkin karena rasa yang teramat dalam inilah yang menjadikan tidurku berbuah mimpi. Berjumpa dalam lembaran baru, putih bersih tanpa noda. Menatap lekat wajahmu, berjabat tangan dan menumpahkan air mata penuh haru.

Aku sangat merindukan masa lalu itu, dimana kau membuat detak jantung laksana deburan ombak dan dinginnya tanganku tersebab gugup yang tak terkendali. Ya, aku masih ingat semuanya.

Saat kali pertama kau mengomentari status WhatsApp-ku yang menjadikan ide menulisku mengalir, terdengar konyol memang. Tetapi itulah yang terjadi. Tanpa kau sadari, kata-katamu telah menjadi penyemangatku. Aku pun sebelumnya tak menyadari hal itu. Awalnya aku terkejut karena tidak mengira bahwa kau menyimpan kontakku. Sungguh, memalukan. Namun, aku juga merasa terharu.

Kali kedua, kau pernah menegurku karena dugaan aku mengoperasikan ponsel saat pelajaran padahal tidak seperti itu. Mengingatnya, aku tak tahan untuk tertawa dalam diam karena kekonyolan ini. Ah, mengenalmu benar-benar membuat hariku berwarna. Sehari tanpamu, rasanya sangat berbeda, hambar tanpa senyum dan tawa. Andai bisa bersamamu lebih lama.

Ketika aku mencium punggung tanganmu, ya, hari pertama masuk sekolah dan diadakan halal bihalal dengan semua warga sekolah. Hangatnya telapak tanganmu tersalur ke telapak tanganku yang dingin. Bergetar syahdu, menangis haru.

Tak hanya sekali, sempat aku mengutarakan permintaan maaf kepadamu pada waktu penilaian semester, tepatnya setelah mengumpulkan jawabannya. Alhamdulillah, lancar. Alangkah bahagianya aku jika dapat saling memaafkan seperti saat ini. Ingin rasanya menumpahkan bulir netra dari pelupuk mata. Namun, dengan sigap kusembunyikan darimu. Aku segera menuju musala untuk beribadah. Tak lupa menyungkurkan badan, bersujud kepada-Nya atas segala nikmat yang diberikan.

Satu lagi, momen yang mungkin menjadi yang terakhir dengan hal yang serupa. Akhirnya, aku sempat meminta maaf untuk kali ketiga menjelang Ujian Sekolah. Kau pun turut mendoakan kesuksesanku. Mungkin bagi orang lain ini adalah hal biasa, tetapi sangat luar biasa bagiku. Sore itu membuatku betah berlama-lama di sekolah. Namun, dalam perjalanan pulang aku dikejutkan oleh sesuatu. Aku tak menyangka kau berada di daerah sekitar rumahku. Meskipun aku tidak tahu yang sebenarnya, itu cukup membuat hati bahagia. Sesederhana itu? Ya, sesederhana itu.

Aku tahu, perbedaan ini bukanlah hal biasa. Seorang murid mengagumi gurunya sampai sejauh ini, bahkan mencintainya. Namun, siapa yang tahu tentang takdir? Hal yang dirasa mustahil dapat terjadi dengan mudahnya. Maafkan jika aku melukaimu. Terima kasih karena sudah mengizinkan aku untuk mengenalmu. Maaf atas pengharapanku yang terlalu tinggi. Aku sadar dan berusaha tegar. Semoga kau mengerti dan jika Allah mengizinkan, aku berharap dapat bersamamu lagi, selamanya.

avataravatar