1 1. BEGIN

"Apa yang kau sembunyikan?. Mengapa selalu kau yang terluka?."

=================================================================

­­­Sesuatu yang tidak terfikir atau lebih tepatnya tidak ingin memikirkan jika seorang guru sekolah harus berhadapan dengan yang namanya polisi. Terlebih, ini bukan kali pertama dia menginjakkan kaki di bangunan berbau penjahat ini. Yah berkat murid kesayangannya, dia berada disini. Mengenal hingga hafal siapa yang akan ia temui. Sedangkan sang pemantik masalah justru bertindak layaknya patung tanpa jiwa dengan tatapan tak peduli jika saja pada akhirnya dia akan terkurung di ruang besi dengan kungkungan borgol yang sama dinginnya dengan ekspresi bocah ini.

"Bukankah kita terlalu sering bertemu?."

Tanya sang petugas lengkap dengan cengiran mengejeknya.

"Yeah! Berkat anak ini. Tidakkah kita terlalu dekat?."

Keduanyapun terkekeh karena saling bertukar kalimat yang menggelikkan. Sedangkan sang tokoh utama justru mendesah sebal. Siapa lagi yang mereka bicarakan kalau bukan anak badung yang masih mengenakan seragam lengkapnya ini.

"Hei bocah! Tidakkah kau bosan selalu mengunjungiku?."

Smirk menyebalkan langsung tersemat di wajah yang sialnya tampan dari bocah yang tingkat kesopanannya di bawah rata-rata ini.

"Kau saja yang senang mencampuri urusanku!."

Jawab bocah ini tak terima. Bukankah terdengar menyebalkan?. Sangat. Tapi karena keduanya telah hafal dengan sikap buruk dari bocah berseragam ini pasti akan memilih diam sebelum pada akhirnya mereka akan kembali tersulut emosi karena kata-kata tajam nan menyebalkan darinya.

"Ish! Aku benar-benar merasa gagal mendidikmu, jungkook-ah!."

"Kau hanya wali kelasku, bukan orang tuaku. Tak usah repot-repot merubahku."

Sang wali kelaspun hanya bisa menghembuskan nafas beratnya. Yah mungkin dia lebih baik mendidik hewan untuk bersikap ramah dan sopan. Daripada ia harus mendidik anak bermarga Kim ini yang sialnya sama sekali tidak bisa ia jinakkan.

"Huft! Apa lagi kali ini, Jin?."

Lihatlah! Betapa dekatnya seorang guru dengan polisi satu ini. Bahkan saat sang guru hanya menyebutkan nama tanpa embel-embel apapun, dia tidak marah atau merasa tidak enak. Berkat bocah ini. Yah berkat bocah badung satu ini?. Adakah waktu yang pas untuk melenyapkan bocah bergigi kelinci itu?. Karena mereka berdua sangat ingin menerkam kelinci setan satu itu.

"Seperti biasa. Karena dia memiliki banyak musuh, jadi dia berkelahi dan sialnya dia menang."

Kenapa polisi ini mendadak berbinar?. Aneh. Meski dia mengutukinya, tapi mereka pasti tau kalau ada sedikit kegembiraan dari nada bicaranya.

"Ck! Kenapa kau mengatakan seolah kau bangga padanya, jin?."

Tanya sang guru sakartis.

"Kau tau, Joon?. Sekarang lawannya tidak mendekam di kantor ini. Tapi dia di rumah sakit karena beberapa patah tulang."

Owh lagi-lagi. Bagaimana bisa mematahkan lawan adalah sesuatu yang terdengar membanggakan?. Jungkook bukan tentara, bukan polisi ataupun penjaga keamanan. Dia hanyalah seorang anak sekolahan yang sikapnya melebihi seorang preman. Tapi lihatlah bagaimana polisi ini begitu membanggakan tawanannya. Apa dia gila?. Atau kekurangan obat?. Baru pertama kali namjoon melihat ada polisi seperti ini?. It's so stupid, right?

"Ayolah hyung! Apa kau bercanda?. Kenapa kau justru membanggakan preman kecil ini?. Apa dari tadi kau juga terus memujinya?. Apa kau sedang mengatakan kalau kasus kali ini tidak bisa hanya di selesaikan dengan pernyataan ma'af?."

Tanya namjoon menyelidik sementara jungkook hanya mendengus sebal. Bukankah dia baru mengeluarkan satu kalimat saja?. Jawabannya adalah ya. Jungkook sangat malas mencampuri obrolan para tetua yang sama cerewetnya ini. Jadi, mau itu ia di puji atau sebaliknya dia tidak peduli. Toh bagaimana nasibnya nanti juga tidak ada yang mau tau dan mau peduli. Jadi, bukankah hidup tanpa rasa peduli seperti ini tidak bisa dia anggap dosa?.

"Hmm kali ini dewi fortuna juga memihaknya. Memang benar jika dia sudah sangat keterlaluan menghajar orang sampai babak belur begitu. Tapi, itu sudah fix dinyatakan sebagai pembelaan diri."

"MWO?. Bagaimana bisa?. Bahkan foto yang sedang kau perlihatkan itu sangat tidak mungkin jika kali ini dia terselamatkan."

Namjoon mengerjap cepat. Yah bagaimana dia tidak syok melihat hasil karya jungkook pada lawannya?. Karena tidak hanya lengan dan kepala saja yang terbalut kasa. Tapi, juga kaki yang menggantung dengan tampilan bak mummy. Ok! Mungkin kali ini namjoon juga harus mengakui kemampuan muridnya satu ini.

"Tentu saja. Berkat otak cerdasnya. Lagi-lagi dia menceritakan kejadian dan lokasi sedetil-detilnya sampai dia tau urutan luka yang ia buat pada lawannya. Wah! Joon-ah, bukankah dia sudah seperti litte monster?."

Namjoon ternganga. Yah ini adalah kali pertama dia melihat korban jungkook hingga separah ini. Iapun langsung selangkah menjauhi jungkook. Entahlah nyalinya mendadak ciut memahami bagaimana situasinya sekarang ini. Jungkook. Dia tidak memiliki kekuatan bak Super Man atau semacamnya, kan?. Ini terlihat gila karena bagaimana bisa dia mengalahkan namja dengan postur jauh lebih besar dan berisi dengan massa otot yang tak perlu diragukan dengan tubuh mungilnya ini?.

"Tapi, kenapa kau memiliki musuh seperti ini, eoh?. Sangat aneh jika seorang anak sekolahan sepertimu memiliki musuh seorang petarung di ring tinju illegal sepertinya. sebenarnya, apa masalahmu?."

Namjoon menelan salivanya susah payah. Petarung di ring tinju?. Illegal?. Bukankah hanya ada orang-orang seram didalam sana?.

"Bahkan aku memiliki musuh yang lebih mengerikan."

Gumam jungkook dengan nada rendahnya hingga sang tetua tak mendengarnya.

"Apa kau baru saja mengumpat?."

Tanya seokjin tak terima.

"Aish! Sudahlah. Kenapa kalian bertele-tele sekali?. Kalian tidak tau ini sudah jam berapa?. Ini sudah waktunya anak sekolah tidur!."

Cecar jungkook geram. Ash! Kenapa juga dia harus membuang-buang energinya untuk berkata seperti itu?.

"Anak sekolah?"

"Kau itu preman sekolah!."

Ucap seokjin dan namjoon serempak. Benarkan?. Jungkook hanya membuang-buang tenaganya untuk ini. Berharap bisa pulang lebih cepat tapi hasilnya malah umpatan yang ia dapatkan. Ish! Apa semua orang dewasa seperti ini?. Rasanya malas sekali jika harus menjadi orang dewasa dengan level serendah ini. Dan, heollll! Jika pada akhirnya yang di perlukan jungkook hanya sebuah pernyataan ma'af dan perjanjian damai, kenapa juga dia harus mendapat wejangan-wejangan tak bermanfaat dari mereka berdua?.

"Ku harap kita tidak akan bertemu lagi jungkook-ah!."

Ucap seokjin mengakhiri pertemuan mereka sesaat setelah jungkook menyelesaikan tugasnya.

"Jika kau tidak mencampuri urusanku, tentu saja itu akan terwujud. Atau kau bisa pensiun dari kepolisian."

Ucap jungkook acuh.

"Yakk! Ck! Anak ini."

Andai namjoon tidak mencegahnya, seokjin pasti sudah berhasil menjitak bocah kelewat nakal ini. Tapi, namjoon langsung mencegahnya. Wah apa dia sudah menganggap jungkook anak kandungnya?. Kenapa sikapnya mirip seorang ayah yang melindungi anaknya?.

"Ma'afkan anak ini, hyung!. Aku juga minta ma'af karena tidak bisa mendidiknya dengan baik."

"Sudah kubilang kau bukan orang tuaku."

Celetuk jongkook lagi.

"DIAM/DIAM."

Dan diakhiri dengan mereka berdua menjitak kepala si kelinci setan satu ini.

Tidak seperti anak pada umumnya yang akan mengaduh sakit saat mendapat jitakkan, jungkook berbeda. Dia justru lebih memilih meninggalkan para tetua tanpa permisi. Yah mungkin karena dia tidak ingin ikut terkena virus gila dari keduanya..

Mengetahui anak didiknya menjauh, namjoon langsung menyusulnya. Meski ia sedikit kesal dengan perbuatan muridnya yang selalu mencari masalah itu, ia juga khawatir pada jungkook. Karena nyatanya, anak itu juga memiliki luka yang tak sedikit.

Tak mau mengganggu langkah jungkook, namjoon hanya menyamakan langkahnya dan tetap mejaga jarak mereka agar tak terlalu jauh. Memang mereka bisa pulang dengan taksi, tapi tanpa persetujuan jungkook, tentu itu berarti sama saja namjoon harus meninggalkan jungkook pulang sendiri di malam yang telah larut ini.

"Gwaenchana?."

Tanya namjoon mengawali.

"Bukan pertama kali saem melihatnya, jadi tidak perlu khawatir."

Mendengar itu, namjoon langsung menghentikan langkah mereka. Diraihnya lengan jungkook dan mengangkatnya hingga keduanya bisa melihat tangan jongkook yang mengepal. Lengkap dengan goresan yang sudah tertutupi darah. Melihat bagaimana lawannya tadi, pasti jungkook telah menggunakan tangannya dengan sangat keras. Lihatlah luka di sudut bibirnya yang pastinya berasal dari tinju sang lawan dan sedikit gores di pelipisnya dengan darah yang telah mengering. Ya Tuhan! Kenapa namjoon baru menyadarinya?.

"Kita harus mengobatinya dulu."

Namjoon langsung menyeret jungkook kesebuah apotik yang letaknya tak jauh dari jalan yang tadi mereka lewati. Meski mendapat penolakan, jungkook akhirnya menyerah. Yah tentu saja karena dia sudah bosan mendengar omelan-omelan yang mengganggu gendang telinganya.

Dengan telaten namjoon mengobati luka kelinci setan satu ini. Lihatlah! Bahkan saat luka itu di bersihkan dengan alkohol, jungkook sama sekali tidak terlihat kesakitan atau hanya sekedar mengaduh sakit. Inilah sisi kuat yang di tangkap namjoon. Benar. Memang sedikit konyol dia berfikiran demikian karena bisa saja jungkook sedang menjaga imagenya dengan stay cool, bukan?. Tapi tidak dimata namjoon. Dia yang sudah mengenalnya selama dua tahun tentu tau bagaimana anak ini tumbuh dan berubah.

"Kenapa saem tidak menanyakan apapun?."

Sejenak namjoon menatap jungkook sebelum ia kembali mengobati luka-luka itu. Meski sekilas, dia bisa mengetahui arti lain dari tatapan jungkook padanya. Yah jungkook yang dulu dikenalnya.

"Apakah boleh?. Wah aku memiliki segudang pertanyaan untukmu yang bahkan bisa berakhir hingga besok pagi."

"Tapi kau hanya diam, saem."

"Karena aku tau. Kau memiliki rahasia yang tidak bisa kau ceritakan. Dan aku tau kau tengah menjaga harta karun yang tidak akan bisa ku temukan."

Jungkook tertunduk. Tatapan dingin itu kembali. Dia berubah menjadi si jahat jungkook lagi. Tapi kenapa?. Kenapa dalam sekejap jungkook mengganti perannya menjadi seorang antagonis?. Jungkook who I know was dissapeared!

"See?. Aku hanya mengatakan seperti itu saja kau sudah mau memakanku apalagi aku bertanya. Dasar pemberi harapan palsu."

Kesal namjoon. Ingin sekali dia meninju satu muridnya ini. Tapi tidak juga. Dia merasa sedikit ceritanya sebagai guru yang biasanya hanya diisi dengan kertas dan kelas yang membosankan, kini terasa lebih tertantang berkat jungkook. Wah! Apa dia harus berterimakasih pada murid yang selalu ia khawatirkan ini?.

"Kenapa kau bertarung sekuat itu jika kau mudah terserang demam, eoh?."

Lanjut namjoon yang kini tengah melanjutkan misinya mengantarkan jungkook. Sementara itu... lagi, ia harus mendapati tatapan mengintimidasi jungkook padanya. Yah dia pasti tau kalau namjoon sedang menyindirnya yang seringkali masuk ruang kesehatan sekolah dengan alasan demam setiap kali dia mendekam di ruang itu.

"Ck! Aku tau maksud sindiranmu, saem!."

"Lalu?. Apa kau juga tidak ingin menjelaskan tentang hal ini?."

"Untuk apa aku menjelaskan jika aku memang sakit?."

"Eii.... semua orang juga tau kalau kau hanya ingin menghindari jam pelajaran."

"Lalu?. Kalau sudah tau kenapa bertanya."

"Ish! Kelinci buluk ini benar-benar."

Benar. Kenakalan jungkook tidak hanya berlaku di luar sekolah saja. Nyatanya dalam setahun ini dia sudah berulang kali mendapatkan masalah. Catatan pengaduan tentang bocah satu ini juga sudah menumpuk di meja namjoon meski yang jungkook lakukan hanya diam. Wah bukankan harusnya seseorang memberinya tepuk tangan?. Karena sepertinya, tidak melakukan apapun jungkook juga tetap akan menimbulkan masalah. Seperti tidur didalam kelas misalnya?. Dan meskipun namjoon harus dibuat pusing karena jungkook, dia tidak pernah bisa untuk membencinya. Entahlah, meski dia sudah memiliki alasan untuk membenci tapi dia tetap tidak bisa menggunakan alasan itu.

"Terimakasih... untuk semuanya."

Baru saja ia sampai di depan pintu gerbang kediaman keluarga kim atau lebih tepatnya di depan rumah jungkook. Dia dibuat terkejut saat pendengarannya barusaja menangkap kalimat ganjil dari bocah satu ini dan tak lama setelah itu, senyum cerahpun terpancar dari wajah namjoon menampilkan lesung pipi yang menambah kadar ketampanannya.

"Jangan terlalu dekat denganku jika kau tidak ingin terluka."

BRAKK

Baru beberapa detik senyum itu terpatri, tapi langsung hancur seketika begitu salam perpisahan dari anak kurang ajar itu keluar. Ash! Apa jungkook hanya tau caranya membuat orang lain jengkel?. Karena saat ini namjoon sangat ingin mendobrak pintu besi di depannya dan mencabik-cabik jungkook.

"Apa dia baru saja mengumpatiku? Atau dia menyumpahiku?"

Daripada terus menjadi gila, namjoon memilih untuk mengalah dan meninggalkan tempat anak laknat itu berada. Tapi, meskipun dia selalu mendapatkan perlakuan seperti itu, tetap saja namjoon memikirkan satu pertanyaan yang sangat ingin ia tanyakan pada anak itu.

Apa yang kau sembunyikan?. Mengapa selalu kau yang terluka?.

=èRESETç=

Dengan langkah tegapnya, jungkook mulai melangkahkan kakinya menuju kamar yang delapan tahun ini menjadi tempat pribadinya. Rasa lelah menjalari tubuhnya bahkan jika bisa ia ingin berteleportasi agar ia langsung sampai keruangan dengan kasur super nyaman itu. Tapi, baru saja ia menaiki beberapa tangga, kedua manik matanya menangkap sosok yang sangat di kenalnya. Si namja bermata elang yang sangat tidak ia inginkan bertemu dan memergokinya dengan penampilan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi?. Tuhan telah mensetting kejadian ini untuk keduanya. Dan meskipun jungkook sangat ingin mengadu dan berhambur memeluk namja itu untuk menyuarakan kesakitan yang kini menderanya, nyatanya dia tetap bungkam. Tetap mempertahankan tatapan dingin itu terpatri di wajahnya.

"Apa kau membuat masalah lagi?."

Tanya namja itu penuh selidik dengan ekspresi yang sama dinginnya dengan jungkook sekarang ini.

"Apa pedulimu?."

BRAKK

Dan untuk kedua kalinya, dalam semalam jungkook harus membanting pintu yang tak bersalah itu sebagai tameng penguat pertunjukkannya. Karena pada kenyataannya, jungkook kini luruh di balik pintu kamarnya. Niatnya yang ingin langsung membaringkan tubuhnya, nyatanya ia harus mendapati fakta bahwa dia menyesal. Sangat menyesal mengatakan kalimat sejahat itu pada kakaknya.

"Taetae hyung... mianhae."

Bak kutub yang berseberangan, jungkook dengan mudahnya membiarkan lelehan kristal cair itu meluncur membasahi wajahnya yang begitu lemah ini. Begitu mudah dia menunjukkan sikap tidak pedulinya pada orang lain, tapi sekuat-kuatnya seseorang menahan sebuah beban pasti dia memiliki titik rapuhnya juga. Sama seperti jungkook, titik lemahnya adalah taehyung. Kakak yang begitu dicintainya tapi sangat pantang untuk di sentuhnya.

avataravatar