3 Tamparan Keras

Bab 3

Kedua tangannya bertolak pinggang. menunjukkan keangkuhan nya. Nirmala sangat membenci orang semacam ini. Saat melihat wajahnya pun rasanya ingin mual.

"Cepat ganti rugi!" Kata Nirmala tidak ada takutnya. Dia ingin menunjukkan bahwa dia bukan perempuan lemah.

Bukan karena dia perempuan dia harus rela berpasrah diri menerima keadaan.

"Aku tidak mau. Kamu mau apa?" Jawab Pria berambut cepak yang hanya memakai kaos dan celana Levis selutut.

"Sepertinya dia anak orang kaya. Kulitnya putih bersih, tidak mungkin dia anak kuli rendahan. Tapi kenapa dia berkeliaran di pasar gini. Ah aku tidak perduli, dia harus mengganti semuanya", gumamnya dengan keberanian tinggi dia mendorong tubuh pria itu sampai jatuh terjungkal ke tanah yang sudah di pasang paving.

Pria yang membawa sebuah plastik hitam itu berdiri, dan maju beberapa langkah mendekati Nirmala.

"Beraninya kamu?" teriaknya. Dia berfikir jangan sampai hari ini dia keluar uang banyak untuk mengganti rugi belanjaan gadis itu. Uang yang dipegangnya entah cukup atau tidak sampai akhir bulan.

Tamparan keras melayang mendarat ke pipi pria itu,

"Plakkkk!!!"

Kevin, itulah nama pemuda itu. Memegangi pipi yang panas. Terkena tamparan Nirmala. Wajahnya yang putih bersih berubah warna merah merona. Bukan merah karena malu, tapi kesakitan. Tenaga gadis ini tidak main-main, bisa dikatakan lumayan buat preman pingsan.

Mata yang sipit seperti Opa Korea berubah melebar dan melototi Nirmala. Tatapannya tidak begitu menakutkan. Sepertinya dia gagal menjadi pemeran antagonis tidak bisa menjadi pemuda galak.

"Cepat ganti semua itu sekarang!" Nirmala berteriak lagi. Orang-orang disana hanya melihat mereka tanpa melerainya.

Kevin akhirnya jera. Rasanya malas bertengkar dengan perempuan. Dia mengeluarkan dompet disakunya dan menarik beberapa lembar lalu memberikannya pada Nirmala.

"Ini. Ambilah!" Kevin memasang wajah masam. Tidak ada ketulusan dalam memberikan uang itu.

"Perempuan ini sangat menyebalkan. Jangan sampai aku bertemu lagi sama dia sial banget," gerutunya dengan menggaruk-garuk kecil rambutnya yang cepak.

"Begitu dong dari tadi, gak nyita waktu!" Jawab Nirmala ringan. Segera dia meninggalkan Kevin dan kembali membeli barang belanjaannya

Kevin terpaku melihat gadis yang berlalu dari hadapannya itu. Darah rasanya mendidih melihat kejadian yang ia baru dia alami.

Kevin Duduk dipojokan toko yang sudah tutup. Bersandar tanpa alas, melihat uangnya yang sudah menipis. Meratapi hidupnya yang sangat miris.

Flash Back

"Ma, minta uang!" Ucap Kevin pada Mamanya dengan membanting sebuah tas selempang pria ke keatas meja.

"Bisa gak sih kamu berkata yang sopan sedikit pada Mama. Aku ini Mamamu Kevin," ucap Mama Sandra kesal. Setiap harinya dihabiskan dengan kegiatan-kegiatan yang tidak berguna.

"Dari mana saja kamu?" Tanya Mama Sandra.

"Ya Kuliah dong, Ma gimana sih mama nih," jawab Kevin tidak sedikitpun ucapannya yang membuat hati Sandra senang mendengarkannya.

"Bohong kamu, baru saja Bu Endang telepon Mama dia bilang kamu sering absen. Satu Minggu kamu masuk hanya 1 kali dua kali saja Kevin," jawab Sandra kesal atas perbuatan buruk anaknya di kampus.

"Oh, dia mengadu pada Mama," kata Kevin ringan tanpa beban.

"Astaga Kevin, Mama melahirkan kamu dengan susah payah. Mama ingin kamu bisa menghargai Mama, dia yang kau maksud adalah gurumu," Sandra merasa sedih.

"Aku kesel Ma, Papa memblokir semua kartu Atmku, kartu kredit dan semuanya uda gak bisa aku gunakan lagi," dercak Kevin kesal.

"Itu semua karena ulahmu sendiri Vin, kamu terlalu sering menghambur-hamburkan uang. Kamu boros, sehari kamu bisa habiskan 1 juta Sampai 5 juta, kamu pakai apa saja uang sebanyak itu?" Tanya Sandra semakin emosi.

Vas bunga ia lemparkan kedinding hingga pecah berkeping-keping. Sandra ingin melampiaskan perasaan kesalnya dengan itu. Begitu juga tidak membuat Kevin merasa takut dengan Sandra.

"Kalau kau bukan anakku sudah ku usir kamu Vin!" Sandra akhirnya membentak keras Kevin yang perilakunya sudah diluar batas.

"Silahkan usir saja aku Ma, aku tidak takut dengan gertakan Mama," Kevin menjawab dengan nada tinggi

"Astagfirullah hal adzim. Terkutuk kamu Kevin. Pergi kamu dari sini sekarang juga!" Dengan berat hati Sandra akhirnya berani mengusir anak semata wayangnya itu pergi dari rumahnya.

Sandra berjalan menuju kamar Kevin dengan tergesa-gesa. Membuka lemari pakaiannya, mengeluarkan semua pakaian Kevin didalam lemari. Memasukkan semuanya kedalam koper.

Sandra menyeret koper itu keluar ruangan dimana Kevin masih berdiri di sana.

Koper dilempar begitu saja ke lantai, tanpa melihat wajah Kevin. Yang menurutnya sudah keterlaluan terhadapnya.

"Mama sudah tidak mau melihatku lagi?" Tanya Kevin tidak merasa takut atau tidak mau berniat meminta maaf pada Mamanya.

"Cepat kau segera pergi dari sini Vin. Mama sudah tidak mau melihatmu lagi!" Lagi Sandra berteriak keras.

Disana ada asisten rumah tangga Sandra, Bibi Mina. Dia melarang Sandra melakukan itu. Karena tidak sebaiknya seorang ibu mengusir anak kandungnya sendiri.

"Nyonya Sandra, Bibi Mohon. Jangan lakukan itu, Mas Kevin anak Nyonya satu-satunya. Kalau Nyonya mengusirnya dia akan tinggal dimana diluar sana?" Tanya Bibi Mina khawatir. Bagaimana tidak Bibi Mina ikut merawat Kevin sejak dia bayi. Kevin sudah seperti anaknya sendiri.

"Biar saja Bi Mina, biar dia merasakan susahnya hidup. Dia bisanya hanya berfoya-foya. Menghabiskan uang untuk keperluannya yang tidak jelas," jawab Sandra

"Oke, aku pergi dari sini. Jangan harap aku akan kembali. Aku akan ingat semua perlakuan Mama padaku!" Kevin mengambil kopernya dan menyeretnya keluar dari rumah besar Kediaman Andre Winata.

"Nyonya, hentikan Tuan Kevin. Jangan biarkan dia pergi dari sini Nyonya. Kasihan Tuan Kevin," Bibi Mina terus memohon untuk menghentikan langkah putranya keluar dari rumahnya.

Sandra tidak menghiraukan ucapan Bibi Mina. Dia berlalu dari sana. Naik ke atas balkon. Melihat putranya berjalan dengan lemas meninggal kan rumahnya sendiri. Langkahnya terlihat lunglai, mungkin dia berfikir jalan yang dipilihnya salah.

Sandra mengambil ponselnya dan menghubungi suaminya yang masih berada di hotel. Dengan tangan gemetaran karena takut akan terjadi apa-apa diluar sana. Sandra tidak pernah melepaskan putranya diluar sana. Apa lagi dia tidak ada uang untuk pegangan beberapa Minggu ke depan.

"Pa, aku sudah mengusir Kevin," Ucapnya mula- mula pada suaminya diseberang telepon.

"Kamu tenang saja Sayang, anak buahku akan memantau perkembangan anak kita diluar sana," jawab Andra

"Biar dia bisa merubah dirinya diluar sana, dia akan menjadi Kevin yang lebih mandiri, aku sudah meminta tolong Pak Kosim untuk menempatkan dia dirumahnya. Dia akan membantu Kevin," jelas Andra Winata.

"Baiklah Pa Mama pasarahkan semuanya ini pada papa," Sandra menutup panggilannya.

Sandra menangisi kepergian Kevin, jika dia harus memilih lebih dia yang pergi daripada anaknya. Semua sudah direncanakan Andra

avataravatar
Next chapter