7 Part 7 Keprotektifan Dani

Baru saja ia ingin melepaskan pelukannya namun tangan kekar itu sudah membawa dirinya kembali ke pelukan hangat itu.

"A….apa yang kau lakukan?" tanya Dya terbata.

"Aku tak melakukan apa-apa hanya sedang memeluk wanitaku." Bisiknya yang membuat Dya merona malu.

"Tadi kau bilang kalau aku akan membuatmu tidur selamanya dengan pelukanku lalu kenapa sekarang kau malah memelukku?"

"Itu karena aku sangat bahagia, kau berada di pelukanku saat ini rasanya bagaikan mimpi yang menjadi nyata."

"Gombal."

"Ini bukan gombal tapi ini adalah kenyataan yang kurasakan saat ini." Ucap nya sambil memeluk Dya dan mencium pucuk kepala gadis itu.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau jadi seperti tadi?" tanya Dya saat pelukan mereka sudah terlepas.

"Maafkan aku, kalau ucapanku tadi di telephone membuatmu marah!" ucapnya sambil memandang iris coklat itu dengan dalam.

Hm..."Jadi kau seperti ini gara-gara masalah tadi?" tanya Dya penuh rasa bersalah.

Dya menatap iris biru itu tangan kanannya diangkat dan menyentuh wajah yang kini berangsur menemukan warnanya.

"Aku yang seharusnya minta maaf padamu, karena kebodohan dan keteledoranku kau jadi seperti ini. Seharusnya aku segera menghubungimu kembali tadi tapi karena ponselku yang terjatuh dan rusak sehingga aku tidak bisa menghubungimu." Sesal Dya menatap iris biru itu.

Dani mengernyitkan alisnya "jadi kau tidak marah padaku?" tanyanya masih tak percaya.

"Siapa yang bilang aku marah, lagipula apa yang kau katakan tadi memang benar, sudah sepatutnya aku mulai mencoba memahami perasaanku sendiri. Melihat dirimu yang terbaring tak berdaya seperti tadi membuatku tersadar kalau kau juga sangat berarti untukku. Entah sejak kapan perasaan ini mulai hadir di hatiku mengingat pertemuan kita yang masih terbilang sangat baru. Dan ini pertama kalinya aku merasakan perasaan ini dalam waktu yang sesingkat ini." Jujur Dya sambil berdiri menatap keluar jendela kaca yang ada di ruangan itu.

Dani berdiri dan memeluk Dya dari arah belakang. Lagi-lagi senyum bahagia tersungging di bibirnya "aku bahagia, ah tidak tepatnya sangat bahagia mengetahui bahwa perasaanku kini terbalaskan." Ucap Dani masih memeluk Dya.

Sejenak mereka terdiam menikmati momen dan saling meresapi perasaan yang ada di hati masing-masing.

"Dani… sebelum semuanya semakin jauh aku ingin bertanya tentang sesuatu padamu!" Ucap Dya tiba-tiba.

"Hm..." gumam Dani.

"Kalau seandainya suatu saat nanti kau mengetahui masa laluku yang begitu kelam akankah kau pergi meninggalkanku?" tanya Dya dengan sedikit keraguan.

Sebuah senyum tulus tersungging di bibirnya "Masa lalu yang mana? Apakah masa lalu dimana kau dihianati oleh sahabat dan tunangannmu sendiri? Ataukah masa lalu di mana perlakuan tak adil yang kau dan keluargamu dapatkan dari para kerabat terdekatmu?" tanya Dani sambil memeluk dan menghirup aroma Dya.

Dya berbalik dan menatap mata pria yang kini sedang memeluk dan juga menatap matanya. "Dari mana kau tahu tentang semua itu?" tanyanya penuh rasa penasaran.

Dani kembali tersenyum kemudian mencium pucuk kepala gadis pujaannya itu. "Maafkan aku kalau aku begitu lancang mencari tahu tentang dirimu dan keluargamu tanpa bertanya dulu, padamu, tapi percayalah aku melakukan hal itu bukan dengan niat yang buruk tapi karena aku benar-benar ingin melindungimu dari orang-orang yang ingin melukaimu tanpa terkecuali." Ucap Dani sambil mengeratkan pelukannya.

Baru saja ia ingin melepaskan pelukannya namun tangan kekar itu sudah membawa dirinya kembali ke pelukan hangat itu.

"A….apa yang kau lakukan?" tanya Dya terbata.

"Aku tak melakukan apa-apa hanya sedang memeluk wanitaku." Bisiknya yang membuat Dya merona malu.

"Tadi kau bilang kalau aku akan membuatmu tidur selamanya dengan pelukanku lalu kenapa sekarang kau malah memelukku?"

"Itu karena aku sangat bahagia, kau berada di pelukanku saat ini rasanya bagaikan mimpi yang menjadi nyata."

"Gombal."

"Ini bukan gombal tapi ini adalah kenyataan yang kurasakan saat ini." Ucap nya sambil memeluk Dya dan mencium pucuk kepala gadis itu.

"Ada apa denganmu? Kenapa kau jadi seperti tadi?" tanya Dya saat pelukan mereka sudah terlepas.

"Maafkan aku, kalau ucapanku tadi di telephone membuatmu marah!" ucapnya sambil memandang iris coklat itu dengan dalam.

Hm..."Jadi kau seperti ini gara-gara masalah tadi?" tanya Dya penuh rasa bersalah

Dya menatap iris biru itu tangan kanannya diangkat dan menyentuh wajah yang kini berangsur menemukan warnanya.

"Aku yang seharusnya minta maaf padamu, karena kebodohan dan keteledoranku kau jadi seperti ini. Seharusnya aku segera menghubungimu kembali tadi tapi karena ponselku yang terjatuh dan rusak sehingga aku tidak bisa menghubungimu." Ucap Dya menatap iris biru itu.

Dani mengernyitkan alisnya "jadi kau tidak marah padaku?" tanyanya masih tak percaya.

"Siapa yang bilang aku marah, lagipula apa yang kau katakan tadi memang benar, sudah sepatutnya aku mulai mencoba memahami perasaanku sendiri. Melihat dirimu yang terbaring tak berdaya seperti tadi membuatku tersadar kalau kau juga sangat berarti untukku. Entah sejak kapan perasaan ini mulai hadir di hatiku mengingat pertemuan kita yang masih terbilang sangat baru. Dan ini pertama kalinya aku merasakan perasaan ini dalam waktu yang sesingkat ini." Ucap Dya sambil berdiri menatap keluar jendela kaca yang ada di ruangan itu.

Dani berdiri dan memeluk Dya dari arah belakang. Lagi-lagi senyum bahagia tersungging di bibirnya "aku bahagia, ah tidak tepatnya sangat bahagia mengetahui bahwa perasaanku kini terbalaskan." Ucap Dani masih memeluk Dya.

Sejenak mereka terdiam menikmati momen dan saling meresapi perasaan yang ada di hati masing-masing.

"Dani… sebelum semuanya semakin jauh aku ingin bertanya tentang sesuatu padamu!" Ucap Dya tiba-tiba.

"Hm..." gumam Dani.

"Kalau seandainya suatu saat nanti kau mengetahui masa laluku yang begitu kelam akankah kau pergi meninggalkanku?" tanya Dya dengan sedikit keraguan.

Sebuah senyum tulus tersungging di bibirnya "Masa lalu yang mana? Apakah masa lalu dimana kau dihianati oleh sahabat dan tunangannmu sendiri? Ataukah masa lalu di mana perlakuan tak adil yang kau dan keluargamu dapatkan dari para kerabat terdekatmu?" tanya Dani sambil memluk dan menghirup aroma Dya.

Dya berbalik dan menatap mata pria yang kini sedang memeluk dan juga menatap matanya. "Dari mana kau tahu tentang semua itu?" tanyanya penuh rasa penasaran.

Dani kembali tersenyum kemudian mencium pucuk kepala gadis pujaannya itu. "Maafkan aku kalau aku begitu lancang mencari tahu tentang dirimu dan keluargamu tanpa bertanya dulu, padamu, tapi percayalah aku melakukan hal itu bukan dengan niat yang buruk tapi karena aku benar-benar ingin melindungimu dari orang-orang yang ingin melukaimu tanpa terkecuali." Ucap Dani sambil mengeratkan pelukannya.

Dya menyembunyikan wajahnya di dada bidang itu sedikit suara isakan kecil terdengar oleh Dani. Baru saja Dani akan menatap wajahnya namun Dya bertahan menyembunyikan wajahnya di dada bidang itu. "Kini kau pasti tahu bagaimana aku dan keluargaku kan? Kami hidup terlunta-lunta tanpa ada seorang pun yang berniat menggulurkan tangan membantu, orang-orang yang kami harapkan dapat mengurangi beban kesakitan kami justru berbalik menyakiti kami. Banyak orang yang menganggap kami egois dan tak berperasaan saat melihat sikap kami selama ini namun mereka tak pernah tahu bagaimana rasanya terusir dari rumah disaat kau tak memiliki sepeserpun uang di tangan. Mereka tak pernah tahu bagaimana rasanya seorang anak yang berusia lima tahun yang tak tahu apa-apa tiba-tiba terusir dan tak ada seorang yang ingin bermain dengan alasan anak itu tak memiliki keluarga di tempat itu. Jika seorang bibi, paman, nenek, sepupu dan lainnya tak bisa di sebut keluarga lalu siapa yang harus disebut keluarga. Apa kesalahan anak itu. Apakah karena orang tuanya yang miskin di usia semuda itu dia harus menghadapi penolakan dari keluarganya." Ucap Dya di sela isaknya.

Dani membelai lembut punggung kekasihnya itu kemudian di kecupnya pucuk kepala gadis itu dan berusaha menenangkan gadisnya itu. "Sudah, sudah kalau itu semakin membuatmu terluka jangan diteruskan lagi." Bisik Dani menenangkan gadisnya.

Dya menggelengkan kepalanya." Tidak bagaimanapun kau sudah tahu tentang keluargaku cepat ataupun lambat kau harus tahu semua kebenaran itu, apa kau tahu Dan berulang kali kami memafkan kesalahan mereka mereka kembali melakukan kesalahan yang sama hingga tibalah kami pada titik terjenuh melihat sikap mereka. Lalu apakah kami salah kalau kini kami tak lagi mampu memberikan maaf itu." Lirihnya masih di dalam pelukan Dani.

"Tidak, kalian tidak salah tapi orang-orang di luar sana hanya tak tahu tentang kebenaran ini, aku yakin saat mereka mereka tahu tentang kebenaran ini mereka tidak akan berkomentar yang buruk lagi. Lagi pula buat apa memikirkan komentar orang toh disaat kau dan keluargamu atersiksa dan terluka mereka juga tak ada di sanakan untuk membantu kalian!" ucap Dani menyemangati Dya.

Dya menatap wajah tampan di hadapannya saat ini. Ada kelegaan yang tergambar jelas di wajahnya. Entah apa yang membuatnya begitu nyaman dan tenang hingga ia berani menceritakan mengenai keluarganya pada pria di depannya bahkan selama tiga tahun bersama Radit tak pernah sekalipun mereka membicarakan mengenai keluarganya.

Tangan Dani membelai lembut pipi gadisnya itu dan membersihkan sisa-sisa air mata yang masih ada dipipi cabi itu. "Mulai kini aku hanya ingin melihat mu tersenyum ataupun kalau harus menangis maka itu adalah air mata bahagia. Aku berjanji akan selalu melindungimu dari siapapun yang akan melukaimu." Ucapnya kemudian mengecup kening Dya dengan penuh cinta."

Sebuah anggukan diberikan oleh Dya "Aku percaya padamu, tapi kau jangan hanya berusaha melindungi aku tapi kau juga harus melindungi dirimu. Berjanjilah padaku kalau kau tidak akan membuatku khawatir seperti tadi." Mohonnya kemudian kembali memeluk Dani.

"Hm…..aku berjanji." Ucapnya sambil tertawa yang membuat Dya memanyunkan bibirnya.

"Aku serius…kenapa kau malah tertawa." Rajuk Dya kemudian melepaskan pelukannya.

"Hahahaha….akupun serius, aku berjanji. Tapi apakah kau begitu khawatirnya dirimu sampai-sampai kau meninggalkan pekerjaamu?" tanya Dani sambil menarik Dya ke pangkuannya.

"Awww…." Pekik Dya yang terkejut dengan perlakuan Dani itu.

"Jangan teriak-teriak sweet heart nanti kalau ada yang dengar nanti dikira aku sedang berbuat yang tidak-tidak padamu." Ucap Dani mencubit bibi chubby Dya.

"Aw…..sakit tau…." Rajuk Dya.

"Iya, iya maaf sweet heart aku mohon jangan merajuk lagi nanti manisnya hilang lho." Bujuk Dani.

"Oh iya tadi tuan Danielo bilang ada sesuatu yang ingin dibicarakan mengenai kerjasama perusahaan kita, memangnya ada apa?" tanya Dya belum memahami keadaan.

Dani menatap Dya tak percaya pertanyaan itu keluar dari bibir manis kekasihnya itu. "Sweet heart setelah apa yang kau lihat dan kita bicarakan kau belum tahu situasinya?" tanya Dani meyakinkan.

Tak ada jawaban namun Dya hanya menggeleng dengan wajah tanpa dosanya yang membuat Dani seketika menepuk jidatnya sendiri sambil menggelengkan kepalanya tak percaya.

"Lho kok malah tepuk jidat sendiri sih, apa ada yang salah dengan pertanyaanku barusan?" tanya Dya semakin bingung.

"Sweet heart….tak ada masalah dengan kerjasama kedua perusahaan, tadi Jack hanya berbohong agar kau mau ikut bersamanya dan menemuiku di sini karena keadaanku tidak memungkinkan untuk menemuimu." Jelasnya panjang lebar.

"O-oh, jadi dia hanya berbohong." Ucapnya manggut-manggut.

Dani tersenyum melihat gadisnya diusianya yang sudah terbilang dewasa namun terkadang sikap dan tindakannya tidak mencerminkan usianya. " Oh iya sepertinya sudah saatnya kau memanggilku dengan sebutan sayang…." Kata Dani tiba-tiba.

Mata Dya membola mendengar ucapan pria di hadapannya itu " Ogah…" jawabnya to the point.

"Lho kok gak mau sih padahal kan aku sudah memanggilmu dengan Sweet heart nah giliran kamu dong manggil aku sayang!!!" seru Dani.

"Ih….malu tau, ntar kalau di dengar orang malah dibilang alay lagi."

"Peduli amat sama orang yang penting kan kita bahagia." Ucapnya, "Ayo dong sweet heart…..ya,ya,ya, Please….." pintanya dengan puppy eye's.

"Idih...kok kamu kaya' anak kecil sih. Iya. Iya tapi aku gak akan panggil kamu sayang biar aku pikirin dulu bagusnya manggil kamu dengan sebutan apa." Ucapnya sambil berdiri.

"Eits….mau kemana?" cegah Dani

"Pulang aku udah terlalu lama di sini." Ucap Dya .

Saat Dya akan melangkah Dani menarik tangannya yang menyebabkan ia menabrak dada bidang itu. Baru saja Dya akan protes sebuah ciuman kilat sudah mendarat dibibirnya. "Untuk multivitaminku siang ini" Ucap Dani dengan santai setelah mencuri ciuman di bibir Dya.

"Oh iya sweet heart Jack yang akan mengantarmu dan jangan lupa sore nanti aku yang akan menjemputmu jadi jangan coba-coba pulang bersama orang lain apalagi kalau orang itu pria." Peringatnya tak ingin dibantah.

Dya memutar matanya jengah melihat sikap protektif Dani. "Iya, iya kalau begitu aku pergi dulu." Ucapnya kemudian berlalu.

avataravatar
Next chapter