1 Part 1 Kejutan yang menyakitkan

Malam begitu pekat menyelimuti, suara rintik hujan yang jatuh membasahi bumi terdengar begitu pilu , dinginnya udara malam ini menambah dalam perasaan luka yang ada di hati seorang gadis yang kini menangis di dalam diamnya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya cinta yang bertahun-tahun ia jaga hancur dalam sehari hanya karena penghianatan orang-orang yang teramat sangat ia percayai.

Tak terasa tetesan air mata kembali jatuh membasahi pipinya. Berulang kali ia meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja namun yang terjadi justru ia semakin terluka, sebuah luka yang tak terlihat namun rasa sakitnya begitu nyata hingga rasanya ia tak mampu bernafas.

Tetes demi tetes air mata terus jatuh membasahi pipinya namun rasa sakit di hatinya tak juga berkurang sedikitpun. Dengan air mata yang terus berderai ia bersimpuh di lantai kamarnya dan berharap bahwa semuanya hanyalah sebuah mimpi. Namun ingatan tentang kejadian siang tadi membuat dirinya kembali terluka.

Flash back on

Dengan senyum indah yang tersungging di bibirnya seorang gadis berjalan mendekati sebuah rumah yang terlihat begitu asri dan indah. Telah terbayang di matanya reaksi yang akan diberikan oleh seseorang yang berada di rumah itu saat melihat dirinya. Setelah menahan kerinduan selama seminggu karena terpisahkan oleh tugas dan pekerjaan yang harus dilakukannya di luar daerah. Dengan sengaja ia ingin membuat kejutan dan tak memberitahu kepulangannya kepada sang kekasih.

Perlahan-lahan ia membuka pintu dengan kunci cadangan yang memang berada di tangannya. Diedarkannya pandangannya ke seluruh ruangan yang ada di lantai satu rumah itu namun tak juga ia temukan sosok yang sangat ia rindukan. Dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya ia melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju ke lantai dua di mana kamar sang kekasih berada.

Dari arah tangga samar-samar terdengar suara yang membuat jantungnya berpacu dengan kencang dan perasaan takut mulai merasuk ke dalam hatinya. "Ya Allah ku mohon semoga apa yang ku dengar saat ini hanyalah suara orang yang tengah menonton." Doanya di dalam hati sambil mempercepat langkahnya.

Semakin mendekat ke kamar sang kekasih suara yang terdengar semakin jelas dan detak jantungnya pun semakin berpacu tak beraturan. Dengan harapan bahwa ketakutan dan kegelisahannya hanyalah sebuah kecurigaan yang tak berdasar ia membuka pintu kamar dan betapa hancur perasaan dan hatinya melihat pemandangan menjijikan yang ada di hadapannya. Seketika ia jatuh tersungkur di lantai, tak ada kata yang dapat diucapkannya hanya air mata yang mengalir menjadi saksi betapa hancurnya ia saat ini.

Mendengar pintu yang tiba-tiba terbuka, dua orang tersangka yang merasa kegiatannya terganggu pun menatap kearah pintu dan betapa terkejutnya mereka melihat sosok yang saat ini sudah bersimpuh dan berlinang air mata di depan pintu.

"S…sayang…."

"A..Arin…" Ucap Radit dan Sofi secara bersamaan dengan suara tercekat dan wajah pucat pasi.

Dengan pakaian yang dipakai secara asal Radit ingin segera mendekati Arindya kekasihnya namun langkahnya terhenti saat Arindya mengangkat tangan dan menggelangkan kepalanya sebagai tanda tak ingin di dekati oleh siapapun diantara dua orang yang telah mengkhianatinya.

Dengan sisa tenaga yang ada Arindya berusaha berdiri dan meninggalkan tempat terkutuk itu. Namun sebelum ia melangkahkan kakinya ditatapnya cincin yang masih tersemat di jari manisnya. Dengan tersenyum pilu ia melepaskan lalu melemparkan cincin yang telah menghiasi jari manisnya selama dua tahun ini di hadapan Radit, setelah itu tanpa kata ia mulai melangkah meninggalkan tunangan atau lebih tepatnya sang mantan tunangan dan mantan sahabatnya itu.

Flash back off

***

Lagi dan lagi tanpa permisi benda yang biasa di sebut air mata itu jatuh mencerminkan betapa terlukanya sang pemilik mata. "Ya Allah mengapa rasanya begitu sakit dan menyesakkan. Mengapa kau hadirkan rasa indah itu di hatiku bila akhirnya sesakit ini." Gumamnya disela isak tangis yang coba ia tahan. Ingin rasanya ia meraung menangis melepaskan segala rasa sakit di hatinya namun ia tak mungkin melakukan hal itu, ia tak ingin sang bunda dan saudara-saudaranya merasa khawatir akan dirinya.

Entah seakan memahami perasaan yang ada di hatinya saat ini tiba-tiba saja terdengar lantunan lagu dari band Laluna membekas di hati dari radio yang tersetel di kamarnya untuk menyamarkan suara tangisnya yang mungkin saja akan terdengar hingga keluar kamarnya. Sebuah senyum getir tersungging di bibirnya.

"Bahkan alampun seakan merasakan perihku karena pengkhianatanmu" gumamnya. Karena kelelahan menangis tanpa di sadari iapun tertidur dan membawa lukanya ke dunia mimpi.

Tok… tok…. Tok….

"Dya ...bangun nak sudah siang apa kamu tidak akan ke kantor hari ini?"

Mendengar ketukan dan panggilan ibunya dari luar kamar membuat Arindya terkejut.

"Iya bun… Dya udah bangun, aku mau siap-siap dulu." Jawabnya sambil berlalu ke kamar mandi.

"Baiklah sayang, bunda dan adikmu tunggu di meja makan ya…" Teriak sang bunda dari luar kamar kemudian berlalu menuju ke dapur tempat di mana anak-anaknya yang lain menunggu.

Arindya Puspita atau biasa dipanggil Arin oleh teman-temannya namun keluarga terdekatnya sering memanggilnya dengan panggilan Dya adalah putri kedua dari seorang ayah yang bernama Alfathir Kusuma dan ibu yang bernama Rosaline Wijaya, ia memiliki dua saudara perempuan yang bernama Imelda Kusuma dan Arlinda Rahayu selain dua adik perempuan ia juga memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Irwan Kusuma dan adik yang bernama Arman Kusuma.

Ayah Arindya sudah meninggal akibat kecelakakaan kerja saat adik bungsunya Linda masih berada dalam kandungan sang ibu. Sejak saat itu ibu Arindya mengambil peran sang ayah untuk membiayai kehidupan putra dan putrinya yang saat itu belum mampu berdiri di kaki mereka sendiri dan beruntung saat ini kehidupan mereka sudah jauh lebih baik dari yang dulu karena Arindya sudah bekerja meski hanya menjadi seorang pegawai di kantor periklanan yang ada di kota itu, begitu pula dengan ketiga adiknya yang lain kecuali si bungsu yang baru saja menyelesaikan sekolahnya di salah satu sekolah menengah atas yang ada di kota itu.

Sebelum peristiwa menyakitkan itu terjadi, Dya merasakan bahwa kehidupannya sudah benar-benar lengkap dengan kehadiran sang tunangan yang sangat dicintainya dan sahabat yang begitu ia sayangi layaknya seorang saudara. Tak pernah terlintas di dalam hatinya kalau ia akan kehilangan dua orang yang sangat dipercayainya itu disaat yang bersamaan. Penghianatan keduanya benar-benar telah menghancurkan hati dan perasaannya.

"Dya kok mata kamu bengkak sayang…, kamu habis nangis ya?" tanya sang bunda dengan hati-hati saat Dya telah bergabung bersama mereka.

Disaat sang bunda bertanya keempat saudara Dya hanya diam sembari saling menatap dan membiarkan sang bunda yang mencari tahu apa yang terjadi dengan sang kakak.

Hah.....Dya menarik nafasnya dalam-dalam " Bunda...,maafkan aku, aku harus mengatakan semua ini mungkin ini akan membuat malu keluarga kita tapi aku benar-benar tidak bisa melanjutkan pertunanganku bersama dengan Radit."

Mendengar ucapan Dya semua yang berada di meja makan itu seketika terdiam dan saling menatap penuh tanya.

"Bolehkan ibu tahu apa yang membuatmu tiba-tiba mengambil keputusan ini?" Tanya sang ibu menyuarakan tanya yang juga ada di benak saudara-saudaranya.

"Maafkan aku tapi aku belum siap mengatakan apa yang menjadi alasan pembatalan pertunangan ini. Aku mohon kalian mengerti." Jawabnya dengan air mata yang kembali berderai.

"Kalau itu adalah keputusanmu kami hanya bisa menerimanya. Apapun alasan dari keputusan itu bunda dan adik-adikmu yakin bahwa kamu tidak akan mengambil sebuah keputusan yang gegabah tanpa alasan yang kuat. Jangan dengarkan ocehan orang dan jangan pernah menangis untuk sesuatu yang mungkin tidak pantas untuk ditangisi." Ucap Rosa sambil menghapus air mata putrinya itu.

"Yang dikatakan bunda memang benar jangan menangis lagi." sambung Irwan kakak laki-lakinya.

"Dan juga aku rasa sebaiknya kakak tidak ke kantor dulu deh soalnya mata kakak bengkak sekali, lihat muka kakak berasa liat orang yang abis kena KDRT." Celutuk Melda yang membuat seisi ruangan tertawa.

"Benar kata kak Melda," sambung Linda dan diangguki yang lainnya kemudian mereka kembali tertawa sehingga membuat Dya mencebikkan bibirnya.

"Iya…iya aku nyerah hari ini aku akan ijin gak ke kantor" pasrahnya. Kemudian tersenyum menatap keluarganya satu persatu.

Setelah sarapan bersama dan saudara-saudarinya telah berangkat ke tempat kerja masing-masing Dya menghubungi bagian HRD di kantornya untuk mengabarkan ketidak hadirannya hari ini. Untuk mengurangi rasa sedih dan mengalihkan pikiran Dya maka sang ibu mengajak Dya dan Linda untuk membersihkan taman kecil yang ada di rumah mereka itu. Saat tengah asyik membersihkan dan melihat-lihat hamparan bunga yang mulai bermekaran di taman, tiba-tiba sebuah suara yang sangat dikenali Dya menyentak mereka.

"Assalamu Alaikum bunda….." sapa orang itu.

"Waalaikum salam...." Jawab Rosa dan Linda bersamaan kemudian menatap ke arah datangnya suara itu.

Mendengar suara itu Dya yang sedang membelakangi sang pemilik suara dengan segera meninggalkan taman itu tanpa berniat menatap orang yang baru saja datang itu.

"Sayang, tunggu.." teriak Radit saat melihat wanita yang sangat dicintainya itu pergi tanpa berniat menatap dirinya.

Tanpa perduli dengan suara panggilan itu Dya terus berlalu ke dalam rumah dengan hati yang kembali tercabik dan airmata yang kembali menetes karena teringat akan kejadian menjijikan itu. Ingin rasanya ia berteriak dan memaki orang itu untuk mengurangi rasa sesak di hatinya namun akankah semua itu dapat mengobati luka di hatinya?

Baru saja Radit akan beranjak mengikuti Dya sebuah tangan halus yang menyentuh bahunya membuat langkahnya terhenti.

"Sebenarnya apa yang terjadi diantara kalian?" tanya Rosa penuh selidik saat mereka telah duduk di kursi yang berada di beranda rumah.

"Maafkan saya bunda...…saya bersalah, saya khilaf." Jawab Radit sambil tertunduk penuh penyesalan.

Lama Rosa menunggu namun tak ada lagi kata yang keluar dari mulut Radit. Ditatapnya wajah pemuda yang pernah menjadi tunangan putri keduanya itu dalam-dalam kemudian menghela nafas berat seakan penuh beban.

"Entah apa yang terjadi diantara kalian hingga tadi pagi Dya bangun dengan mata yang membengkak dan wajah yang sembab, sangat jelas terlihat kalau dia menangis semalaman." Ucap Rosa memecah keheningan yang terjadi.

"Maafkan saya bunda..." ucap Radit penuh penyesalan.

"Bukan pada bunda seharusnya kamu meminta maaf Dit tapi pada putri bunda yang entah luka seperti apa yang telah engkau berikan padanya hingga ia begitu terluka dan rapuh."

"Iya bunda saya tahu, saya telah melukai Dya karena itulah saya datang dan ingin memohon maaf pada Dya, saya ingin menjelaskan padanya tentang kejadian kemarin dan tentang betapa saya sangat mencintainya." Ucap Radit dengan penuh penyesalan .

"Maafkan bunda tapi melihat reaksi Dya bunda tidak bisa memaksanya dan lagi ia telah memutuskan untuk mengakhiri pertunangan kalian dan kamu sendiri tahu bagaimana kerasnya Dya."

Tanpa diduga Radit tiba-tiba berlutut di hadapan Rosa "Saya mohon bunda…..ijinkan saya bertemu dengan Dya sekali saja, saya harus bertemu dengannya, saya benar-benar mencintainya bun dan saya tak ingin kehilangan dirinya." mohon Radit dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya.

"Maaf tapi bunda tidak bisa memaksa putri bunda dan membuat ia terluka lagi apapun keputusan Dya bunda tidak akan ikut campur. Untuk saat ini sebaiknya kau kembali dulu biarkan Dya menenangkan hatinya, jika kalian memang berjodoh maka bagaimanapun jalannya kalian pasti akan tetap kembali bersama." Ucap Rosa berusaha memberikan pengertian kepada Radit.

"Tapi bun...…."

"Radit bunda mohon...." Pinta Rosa Frustasi.

Sekali lagi Radit menatap pintu rumah Dya yang sudah tertutup Rosa dan Linda yang tadi menemaninya kini sudah menyusul Dya ke dalam Rumah. Dengan berat hati dan airmata penyesalan yang sekali lagi terjatuh ia meninggalkan halaman rumah wanita yang sangat ia cintai itu. Karena nafsu sesaat ia telah melukai orang yang sangat berharga untuknya. Dengan segala penyesalan di hatinya ia melaju dengan mobilnya meninggalkan rumah pujaan hatinya itu.

avataravatar
Next chapter